This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 09 Agustus 2014

MAKNA SUNNAH


Pembaca  yang budiman, pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang makna sunnah Rosululloh n.
Pembaca yang budiman, Sunnah secara bahasa adalah jalan atau cara, sehingga sunnah nabi secara bahasa berarti jalan atau cara Nabi di dalam menjalankan perkara agama.
Ibnu Rajab v menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan As Sunnah pada asalnya adalah jalan yang ditempuh, dan itu meliputi sikap berpegang teguh dengan apa yang dijalani oleh Nabi dan para khalifahnya baik dengan  keyakinan, amalan, maupun ucapan. Dan inilah makna As Sunnah secara sempurna. Itulah yang di maksud dengan Sunnah dalam pembahasan kita kali ini, sedangkan sunnah  menurut ahli fikih yaitu, ketika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak menjadi masalah, tetapi itu bukan sunnah yang dimaksud.
Disebutkan dalam hadits Nabi n bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
“Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para Al Khulafaa’ Ar Rasyidiin …” (Hadits ini Shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Pembaca yang budiman yang budiman, As-Sunnah mungkin sebuah istilah yang kerap kita mendengar dan mengucapkannya. Karena memang sunnah merupakan landasan hidup kita, sebagai penganut ajaran Islam. Kita semua sepakat untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan Sunnah, dan bersepakat pula bahwa yang merendahkannya berarti menghinakan Islam dan ajaran Nabi n .
Namun Pembaca yang budiman, jika kita menengok realita yang ada, apa yang dilakukan kaum muslimin dalam menyikapi Sunnah Nabi, nampaknya sudah jauh dari yang semestinya. Bahkan keadaannya sangat parah. Tidak tanggung-tanggung, di antara mereka ada yang menolak dengan terang-terangan Sunnah yang tidak mutawatir, dan mengatakan hadits ahad bukan hujjah dalam masalah akidah.
Ada pula yang menolak dan mengingkari Sunnah Nabi n  secara total, dengan berkedok mengikuti Al Qur’an saja. Padahal Al Qur’an tidak mungkin dipisahkan dari Sunnah. karena Al Qur’an memerintahkan untuk mengambil apa saja yang datang dari Nabi yaitu Sunnahnya.
Imam Abu Qilabah v berkata: “Jika kamu ajak bicara seseorang dengan menyebutkan Sunnah kepadanya lalu dia mengatakan, ‘Tinggalkan kami dari ini maksudnya adalah penyebutan sunnah, dan sebutkan pada kami Kitabullah maksudnya adalah Al Qur’an saja.’ Maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang sesat.”
Dan Pembaca yang budiman, Bentuk yang lebih parah dari ‘sekedar’ menolak adalah mengolok-olok Sunnah dan mengolok-ngolok orang-orang yang mencoba berjalan di atasnya. Ada pula yang dengan terang-terangan menolak hadits Nabi karena dinilai tidak sesuai dengan akal, karena menyangka bahwa hadits tersebut tidak sesuai  dengan realita zaman.
Sangat disayangkan sekali sikap-sikap tersebut, bahkan sikap-sikap tersebut justru sering dimiliki oleh orang-orang yang menjadi panutan ataupun mereka berjalan dikancah dakwah. Padahal kita ketahui, lisan mereka juga mengatakan bahwa kita wajib mengagungkan Sunnah.
Mengagungkan Sunnah adalah perkara yang besar dan bukan sekedar isapan jempol. Ia butuh bukti nyata dan praktek dalam kehidupan sehari. Namun kini keadaannya justru sebaliknya, banyak orang menolaknya, banyak orang mengabaikannya bahkan mengolok-ngoloknya,
Padahal Alloh l berfirman dalam surat Al-Hasyr ayat 7 yang artinya:
“Dan apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka lakukanlah, sedang apa yang beliau larang darinya maka berhentilah.”
 Alloh l juga berfirman, “Barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia telah menaati Alloh.” (Qur’an surat an-Nisa’ayat 80).
Juga dalam firman-Nya yang lain, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, dengan sesat yang nyata.” QS. Al Ahzab: 36).
Ketiga ayat tersebut menunjukkan secara tegas bagaimana semestinya kita menempatkan Sunnah Nabi n, yakni wajib mengambilnya dan merupakan keharusan yang tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan Sunnah tersebut sebagai pedoman dalam melangkah dan melakukan ketaatan kepada Alloh. Oleh karena itu Alloh l menjadikan Nabi-Nya sebagai penjelas dan penjabar Al Qur’an, bukan sekedar menyampaikan atau membacakannya secara lafadz saja, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” QS. An-Nahl: 44
Demikian pula Rosululloh n bersabda yang artinya:
‘Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Alloh l, mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak, karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup sepeninggalku ia akan melihat perbedaan yang banyak, maka disaat seperti itu wajib atas kalian bepegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa’ Ar Rasyidin, gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian dan jauhilah perkara-perkara yang baru (bid’ah) karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Pembaca yang budiman yang budiman, Abu Bakar Ash Shiddiq a juga mengatakan: “Tidaklah suatu amalan pun yang dilakukan oleh Rosululloh n, kecuali pasti saya juga melakukannya dan saya takut jika saya tinggalkan sesuatu darinya lalu saya sesat.”
Abu Bakar, Orang yang paling jujur saja, sangat khawatir terhadap dirinya untuk tersesat jika menyelisihi sesuatu dari jalan Nabi salallohu’alaihi wasallam. Maka bagaimana jadinya dengan sebuah zaman yang penduduknya mengolok-olok Nabi mereka dan perintah-perintahnya, bahkan berbangga dengan menyelisihi dan mengolok-olok ajarannya. Naudzubillah.
Maka sangat mengherankan kalau seseorang tahu Sunnah, lalu meninggalkannya dan mengambil pendapat yang lain sebagaimana dikatakan oleh Al Imam Ahmad v: “Saya merasa heran terhadap sebuah kaum yang tahu sanad hadits dan keshahihannya kemudian memilih pendapat seseorang, padahal Alloh l berfirman:, Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih (QS. An-Nur: 63). dan Tahukah kalian apa arti fitnah tersebut? Fitnah tersebut adalah syirik.”
Demikian pula pada suatu kesempatan Imam Asy Syafi’i v ditanya tentang sebuah masalah, maka beliau mengatakan bahwa dalam masalah ini diriwayatkan demikian, dan demikian dari Nabi. Maka si penanya mengatakan: “Wahai Imam Asy Syafi’i, apakah engkau berpendapat sesuai dengan hadits tersebut?” Maka beliau langsung gemetar lalu mengatakan, “Wahai, bumi mana yang akan membawaku dan langit mana yang akan menaungiku, jika aku meriwayatkan hadits dari Nabi, kemudian aku tidak memakainya?! Tentu, hadits itu di atas Pembaca yang budimanan dan penglihatanku (yang aku junjung tinggi).”
Dan dalam kesempatan lain beliau ditanya dengan pertanyaan yang mirip, lalu beliau gemetar dan menjawab,: “Apakah engkau melihat aku seorang Nasrani?, Apakah kau melihat aku keluar dari gereja?, Ataukah engkau melihat aku memakai ikat di tengah badanku (yang biasa orang Nasrani memakainya)? Saya meriwayatkan hadits dari Nabi lalu saya tidak mengambilnya sebagai pendapat saya?!”.
Kemudian Pembaca yang budiman, Rosululloh n bersabda:
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Seseorang bertanya: “Limapuluh dari mereka wahai Rosululloh?” Rosululloh menjawab: “Pahala limapuluh dari kalian.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud dan  At Tirmidzi).
Pembaca yang budiman yang budiman, Selama seseorang berada di atas Sunnah Nabi n, maka dia tetap berada di atas istiqamah. Sebaliknya, jika tidak demikian berarti ia telah melenceng dari jalan yang lurus sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar a:, “Manusia tetap berada di atas jalan yang lurus selama mereka mengikuti jejak Nabi n.”
 Urwah juga mengatakan: “Mengikuti Sunnah-Sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.”


Kemudian Ibnu Sirin v juga mengatakan:, “Dahulu mereka mengatakan:, selama seseorang berada di atas jejak Nabi maka dia berada di atas jalan yang lurus.” Oleh karena itu, Alloh l berfirman:
وَإِنْ تُطِيْعُوهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kalian menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan hidayah.” (QS. An-Nur: 54).
Jadi Pembaca yang budiman, bahwa sunnah adalah jalan hidup seorang muslim yang harus diralisasikan dalam kehidupannya sehari-hari, bukan amalan tertentu yang dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak mengapa.
Pembaca yang budiman dimana saja anda berada, demikinlah pembahasan kita mengenai makna sunnah Rasululloh n, semoga bisa menambah ilmu dan amal sholeh bagi kita.amin. Wallahu A’alam.

Wordcount: 1200.