This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 29 Agustus 2011

Mengakhirkan Qodho Ramadhan Hingga Ramadhan Berikutnya


Sebagian ulama mengatakan bahwa bagi orang yang sengaja mengakhirkan qodho’ Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, maka dia cukup mengqodho’ puasa tersebut disertai dengan taubat. Pendapat ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ibnu Hazm.
Namun, Imam Malik dan Imam Asy Syafi’i mengatakan bahwa jika dia meninggalkan qodho’ puasa dengan sengaja, maka di samping mengqodho’ puasa, dia juga memiliki kewajiban memberi makan orang miskin bagi setiap hari yang belum diqodho’. Pendapat inilah yang lebih kuat sebagaimana difatwakan oleh beberapa sahabat seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz rahimahullah pernah diajukan pertanyaan, “Apa hukum seseorang yang meninggalkan qodho’ puasa Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya dan dia tidak memiliki udzur untuk menunaikan qodho’ tersebut. Apakah cukup baginya bertaubat dan menunaikan qodho’ atau dia memiliki kewajiban kafaroh?”
Syaikh Ibnu Baz menjawab, “Dia wajib bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qodho’ puasanya. Ukuran makanan untuk orang miskin adalah setengah sha’ Nabawi dari makanan pokok negeri tersebut (kurma, gandum, beras atau semacamnya) dan ukurannya adalah sekitar 1,5 kg sebagai ukuran pendekatan. Dan tidak ada kafaroh (tebusan) selain itu. Hal inilah yang difatwakan oleh beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Namun apabila dia menunda qodho’nya karena ada udzur seperti sakit atau bersafar, atau pada wanita karena hamil atau menyusui dan sulit untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain mengqodho’ puasanya." (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, no. 15 hal. 347, Mawqi’ Al Ifta’)
Kesimpulan: Bagi seseorang yang dengan sengaja menunda qodho’ puasa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, maka dia memiliki kewajiban: (1) Bertaubat kepada Allah, (2) mengqodho’ puasa, dan (3) wajib memberi makan (fidyah) kepada orang miskin sebesar setengah sho’ (1,5 kg), bagi setiap hari puasa yang belum ia qodho’. Sedangkan untuk orang yang memiliki udzur (seperti karena sakit), sehingga dia menunda qodho’ Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya (atau hingga bertahun-tahun karena ia terhalang hamil dan menyusui), maka dia tidak memiliki kewajiban kecuali mengqodho’ puasanya saja di saat ia mampu.

Qodho Ramadhan Tidak Mesti Berturut-turut
Sebagaimana disebutkan dalam Al Mawsu'ah Al Fiqhiyah (terbitan kementrian agama Kuwait), menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama), tidak disyaratkan berturut-turut ketika menunaikan qodho puasa. Alasannya karena keumuman ayat,
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
" ... maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain". Jadi boleh saja mengqodho sebagian puasa di bulan Syawal, sebagiannya lagi di bulan Dzulhijjah, dan sebagiannya sebelum Ramadhan yaitu di bulan Rajab dan Sya'ban. Artinya, ada keluasan dalam hal ini.

Segera Tunaikan Qodho' Puasa
Jangan sampai menunda-nunda lagi. Yang mampu dilakukan saat ini, segeralah dilakukan apalagi itu kebaikan. Allah Ta'ala berfirman,
أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minun: 61)
Wallahu waliyyut taufiq.

Wanita Hamil Dalam Berpuasa


Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
Wanita hamil tidak lepas dari dua hal:
1. Wanita itu kuat dan semangat untuk jalani puasa, tidak sulit baginya jalani puasa dan tidak membawa efek bagi janinnya, maka wajib bagi wanita hamil tersebut untuk berpuasa. Karena ketika itu tidak ada udzur baginya untuk tidak berpuasa.
2. Wanita tersebut tidak mampu dan berat jalani puasa atau badannya lemas jika jalani puasa dan sebab lainnya, maka dalam kondisi ini hendaklah ia tidak berpuasa. Apalagi jika membawa efek pada janinnya, kondisi ini juga wajib baginya untuk tidak berpuasa.
[Fatawa Asy Syaikh Ibnu 'Utsaimin, 1/487]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah berkata,
Status wanita hamil dan menyusui adalah seperti orang yang sakit. Jika ia sulit jalani puasa, maka ia boleh tidak puasa, namun tetap dirinya harus mengqodho (nyaur) puasanya ketika ia mampu nantinya, statusnya seperti orang sakit. Sebagian ulama berpendapat cukup bagi wanita hamil dan menyusui mengganti puasanya dengan menunaikan fidyah, yaitu memberi makan pada orang miskin bagi hari yang tidak berpuasa. Namun pendapat ini adalah pendapat yang lemah. Yang tepat, tetap baginya menunaikan qodho puasa seperti musafir dan orang sakit. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ
Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.” (Diriwayatkan oleh yang lima)
[Tuhfatul Ikhwan bi Ajwibah Muhimmah Tata'alluq bi Arkanil Islam, hal. 171]

Minggu, 28 Agustus 2011

Sepuluh Pembatal Keislaman


  • .Pertama: Kesyirikan (beribadah kepada selain Allah).

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan Dia mengampuni semua dosa di bawah dari itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh di telah mengadakan dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’:48)

  • Kedua: Berpaling dari Islam dengan lebih memilih agama Yahudi, Nashrani, Majusi, Komunis, Sekularis, atau selainnya dari keyakinan yang membawa kekufuran jika dia menyakininya.
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut kepada kaum mukminin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 5

  • Ketiga: Orang yang tidak mengkafirkan orang kafir baik dari Yahudi, Nashrani, Majusi, orang-orang musyrik, atau orang yang mulhid (Atheis) atau selain itu dari berbagai macam kekufuran. Atau dia meragukan kekafiran mereka atau dia membenarkan mazhab/ajaran mereka, maka dia telah kafir.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasulNya, dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasulNya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir dengan sebenar-benarnya kekafiran. Kami Telah menyediakan siksaan yang menghinakan untuk orang-orang yang kafir itu.” (QS. An-Nisa’: 150-151)


  • Keempat: Orang yang meyakini bahwasanya petunjuk selain petunjuk Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wassallam- lebih sempurna atau meyakini bahwa hukum selain hukum yang dibawa oleh Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam- lebih baik (daripada petunjuk dan hukum beliau). 
Allah Ta’ala berfirman, “Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan, dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)


  • Kelima: Orang yang membenci apa yang dibawa oleh Rasulullah -shallallahu’alaihi wasallam-, walaupun dia mengamalkannya.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghilangkan amalan-amalan mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang Allah turunkan maka Allah menghapuskan amalan-amalan mereka.” (QS. Muhammad: 8-9)

  • Keenam: Orang yang mengolok-olok (menghina) Allah, Rasul, Al-Qur’an, agama Islam, malaikat, atau para ulama karena ilmu yang mereka miliki. 
Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya, dan Rasul-Nya kalian berolok-olok?” Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian telah kafir setelah beriman. Jika kami memaafkan segolongan kalian (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah: 65-66)

  • Ketujuh: Sihir, termasuk ash-shorfu (merubah seseorang dari sesuatu yang dicintainya menjadi yang dibencinya) dan al-athfu (mendorong seseorang dari sesuatu yg dibencinya menjadi dicintainya/pelet dan semacamnya )
Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), akan tetapi justru setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. Keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (kepada kamu) sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat memisahkan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak bisa memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberikan mudharat kepada mereka dan tidak pula memberi manfaat kepada mereka. Sungguh mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 102)


  • Kedelapan: Memberikan pertolongan kepada orang kafir dan membantu mereka dalam rangka memerangi kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti sebagian dari ahli kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman. Bagaimanakah kalian (bisa sampai) kafir padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian dan Rasul-Nya berada di tengah-tengah kalian? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali Imron: 100-101)

  • Kesembilan: Meyakini bahwa ada sebagian manusia yang diberi keleluasaan untuk keluar dari syariat Rasulullah -shollallahu ’alaihi wasallam-,
Allah Ta’ala berfirman, “Dan kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.” (QS. Saba’: 28)


  • Kesepuluh: Berpaling dari agama Allah Ta’ala, tidak mempelajarinya, dan tidak beramal dengannya.
Allah Ta’ala berfirman, “Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al-Quran). Barangsiapa yang berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya dia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat. Mereka kekal di dalamnya dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat.” (QS. Thaha: 99)



Sabtu, 27 Agustus 2011

Fatwa Seputar Hari Perayaan Ibu


Pertanyaan: Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin ditanya tentang hukum merayakan hari ibu.
Jawaban:
               Semua perayaan yang tidak diajarkan oleh syariat agama adalah perayaan-perayaan bid’ah, tidak dikenal pada masa as-Salafush Shalih, dan sangat mungkin awalnya berasal dari selain kaum Muslimin. Maka, selain hal itu merupakan perbuatan bid’ah, juga berarti menyerupai musuh-musuh Allah. Perayaan-perayaan Syar’i itu telah diketahui oleh semua pemeluk Islam, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha serta hari raya mingguan, yaitu “hari Jum’at”. Dalam Islam, tidak ada perayaan-perayaan yang lain selain yang tiga ini, maka semua perayaan baru selain yang tiga itu adalah tertolak kepada yang mengadakannya dan hukumnya batil dalam syariat Allah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
“Barangsiapa mengada-adakan perkara baru dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (bagian) darinya maka hal itu tertolak.” (HR. Bukhari Muslim).
Maksudnya adalah ditolak dan tidak diterima di sisi Allah. Dalam lafazh lain disebutkan,
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka hal itu tertolak. (HR. Muslim).
                 Karena itu, maka tidak boleh merayakan hari raya yang disebutkan dalam petanyaan tadi yang dikenal dengan istilah “Hari Ibu”. tidak boleh mengadakan sesuatu yang menunjukkan simbol perayaan, seperti: menampakkan kegembiraan dan keceriaan, mempersembahkan hadiah, dan lain sebagainya. Seharusnya seorang Muslim merasa Mulia dan bangga dengan agamanya, dan hendaknya cukup melakukan apa yang telah ditetapkan Allah bagi para hambaNya, tidak menambah ataupun menguranginya. Lain dari itu, hendaknya seorang Muslim tidak menjadi pengekor yang mengikuti setiap propaganda, bahkan sebaliknya, ia harus membentuk kepribadiannya sesuai dengan syariat Allah sehingga menjadi orang yang ditiru, bukan yang meniru, dan menjadi teladan bukan pecundang, karena syariat Allah, alhamdulillah, adalah sempurnya dari berbagai segi, sebagaimana dinyatakan Allah dalam firmanNya
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhoi Islam itu jadi agamamu.” (Al-Maidah:3)
(Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, no. 353

Syaikhul islam berkata tentang ghibah


FATWA : Bagaimana Ketika guru memerintahkan menggambar makhluk bernyawa kepada murid


  • Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya sebagai berikut :

  • “Sebagian sekolah ada yang menyuruh murid-muridnya untuk menggambar gambar makhluk bernyawa, atau memberikan sebagian gambar ayam kepada murid-murid tersebut yang kemudian dikatakan kepadanya : ‘Sempurnakanlah/selesaikanlah sisanya !’. Dan kadang-kadang mereka disuruh menggunting gambar itu untuk menempelkannya di atas kertas . Atau memberikan sebuah gambar (makhluk bernyawa) dan kemudian mereka disuruh untuk mewarnainya. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini ?”.
  • Maka Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah memberikan jawaban sebagai berikut :
  • “Menurut pendapatku, hal itu adalah haram dan wajib untuk dilarang. Orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan wajib untuk menunaikan amanah dalam permasalahan ini dan melarang perkara-perkara seperti yang disebutkan. Apabila tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kecerdasan murid-murid, hendaknya ia mengatakan : ‘Buatlah gambar mobil, atau pohon, atau yang gambar-gambar lain yang sejenis yang ia ketahui’. Dan dengan cara itu juga dapat mengasah dan menajamkan kecerdasan murid melalui praktek. Perkara ini merupakan musibah yang menimpa manusia, yang tentu saja setan lah yang menjadi biang keladinya. Sebab, tidak diragukan lagi bahwa untuk memahirkan murid di bidang menulis dan menggambar, tidak ada bedanya bagi seseorang menggambar pohon, mobil, rumah, atau orang. Adapun menurutku, menjadi kewajiban bagi penanggung jawab (bidang tersebut) untuk melarang perkara-perkara (munkar) ini. Namun jika murid dipaksa untuk menggambar makhluk bernyawa, maka tidak mengapa baginya untuk menggambar hewan-hewan tanpa kepala”.
  • [Majmu’ Fataawaa wa Rasaail – Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin rahimahullah jilid 2,

Jumat, 26 Agustus 2011

Hukum Onani atau Masturbasi


Penulis : Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan
Tanya :
Saya seorang pelajar muslim (selama ini) saya terjerat oleh kabiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal.
Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima ? Haruskah saya mengqadha shalat ? Lantas, apa hukum onani ? Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.”
Jawab :
Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/ kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Yang artinya : Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, [6] kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. [QS Al Mu'minuun: 5 - 6]
Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya : Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya”. [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no. 1400 dari Ibnu Mas'ud]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kita petunjuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara : berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.
Wajib bagi anda untuk bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mengulangi kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat anda, sebagaimana yang anda sebutkan bahwa anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televisi yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.
Seorang muslim seyogyanya (selalu) menutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri anda, hendaknya anda jauhi. Di antara sarana fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada anda.
Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi anda. Perbuatan dosa yang anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah anda kerjakan. Jika anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syari’at, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang terlah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa. [Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV 273-274]

Bagaimana Hukum “Oral Sex”


Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah
Apa hukum oral seks?
Jawab:
Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah menjawab sebagai berikut,
Adapun isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral sex), maka ini adalah haram, tidak dibolehkan. Karena ia (kemaluan suami) dapat memencar. Kalau memencar maka akan keluar darinya air madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu) masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan penyakit baginya.
Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah telah berfatwa tentang haramnya hal tersebut –sebagaimana yang saya dengarkan langsung dari beliau-.”
Dan dalam kitab Masa`il Nisa’iyyah Mukhtarah Min Al-`Allamah Al-Albany karya Ummu Ayyub Nurah bintu Hasan Ghawi hal. 197 (cet. Majalisul Huda AI¬Jaza’ir), Muhadits dan Mujaddid zaman ini, Asy-Syaikh AI-`Allamah Muhammad Nashiruddin AI-Albany rahimahullah ditanya sebagai berikut:
Apakah boleh seorang perempuan mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki sebaliknya?”
Beliau menjawab:
Ini adalah perbuatan sebagian binatang, seperti anjing. Dan kita punya dasar umum bahwa dalam banyak hadits, Ar-Rasul melarang untuk tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan, seperti larangan beliau turun (sujud) seperti turunnya onta, dan menoleh seperti
tolehan srigala dan mematuk seperti patukan burung gagak. Dan telah dimaklumi pula bahwa nabi Shallallahu `alahi wa sallam telah melarang untuk tasyabbuh dengan orang kafir, maka diambil juga dari makna larangan tersebut pelarangan tasyabbuh dengan hewan-hewan -sebagai penguat yang telah lalu-, apalagi hewan yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang muslim dan keadaannya seperti ini- merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”
Dan salah seorang ulama besar kota Madinah, Asy-Syaikh AI-`Allamah `Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry hafizhahullah dalam sebuah rekaman, beliau ditanya sebagai berikut,
Beliau menjawab:Ini adalah tasyabbuh dengan hewan-hewan. Namun banyak di kalangan kaum muslimin yang tertimpa oleh perkara-perkara yang rendah lagi ganjil menurut syari’at, akal dan fitrah seperti ini. Hal tersebut karena ia menghabiskan waktunya untuk mengikuti rangkaian film-film porno melalui video atau televisi yang rusak. Seorang lelaki muslim berkewajiban untuk menghormati istrinya dan jangan ia berhubungan dengannya kecuali sesuai dengan perintah Allah. Kalau ia berhubungan dengannya selain dari tempat yang Allah halalkan baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”
“Ini adalah haram, karena is termasuk tasyabbu
Dikutip dari darussalaf.org offline dari majalah An-Nashihah Volume 10 1427H Penulis: Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi hafizhohullah Judul: Hukum Oral Seks

Kamis, 25 Agustus 2011

Fatwa Tentang Hukum Kencing Berdiri


Syaikh Ibnu Baz pernah ditanya :
Pertanyaan:
Bolehkan seseorang kencing sambil berdiri bila hal itu tidak mengenai dirinya ataupun pakaiannya?
Jawaban :
Tidak apa-apa kencing sambil berdiri apabila hal itu memang dibutuhkan, dengan syarat, tempatnya tertutup sehingga tidak ada orang lain yang melihat auratnya serta tidak terkena percikan air seninya.
Hal ini berdasarkan riwayat dari HudzaifahRadiyallahu A’nhu-, bahwa Nabi Shallallahu A’laihi Wasallam berjalan menuju ujung tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. (Disepakati keshahihannya) (HR. Al-Bukhari dalam al-Wudhu’ [2224];Muslim dalam ath-Thaharah [273]).
Namun demikian, lebih baik dilakukan dengan duduk/jongkok, kerana seperti itulah yang kebanyakan  dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu A’laihi Wasallam, dengan tetap menutup aurat dan hati-hati agar tidak terkena percikan air seni. […]//Redaksi.
..:: Wallahu A’lam ::..
Referensi : Majalah al-Buhuts, nombor 38, hal. 132, Syaikh Ibnu Baz. (Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq).

Adab-adab Dalam Ziarah Kubur


Ziarah kubur adalah suatu ibadah yang di sunnahkan dan tatacaranya telah di contohkan oleh RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam. Adapun tatacaranya ialah :
  1. Mengucapkan salam dan mendo’akan ahli kubur. Do’anya sebagai berikut :

السًّلَا مُ عَلَيْكُمْ أهْلَ الدِّيَارِ. مِنَ المُؤمِنِيْنَ وَالمُسْلِمِيْنَ. وَإنّا إنْ شَاءَ اللهُ لَا حِقُوْنَ. وَيَرْحَمُ اللهُ المُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْ خِرِيْنَ. أَسْأَ لُ اللهَ لَنَا وَلَكُمْ العَافِيَةَ.
“Semoga keselamatan menyertai kalian wahai para penghuni alam kubur, dari kalangan mu’minin dan muslimin. Sesungguhnya kami Insya Allah akan menyusul kalian, semoga Allah merahmati para pendahulu dan yang akan menyusul kami nanti. Aku memohon kapada Allah agar memberikan keselamatan kepada kami dan kalian.” (HR. Muslim).
Para penghuni kubur sangat membutuhkan do’a orang-orang yang hidup, karena kesempatan beramal bagi mereka telah putus.
  1. Ketika kita melihat kuburan berjajar di hadapan kita, hendaklah kita merenung bahwa suatu saat kita pun akan di kubur seperti mereka, meninggalkan dunia yang fana ini dan kembali kepada Allah dengan seorang diri.
Dengan mengingat-ingat kematian dan juga akhirat, maka kita akan sadar bahwa kehidupan kita yang sebenarnya adalah di negeri akhirat, sedangkan dunia hanyalah ladang untuk bersiap bekal menuju akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah karena hal itu akan mengingatkanmu kepada akhirat.” (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Inilah tujuan utama berziarah, yaitu untuk mengingatkan kita akan akhirat, bukan untuk memohon do’a (keberkahan) dari penghuni kubur, justru penghuni kubur itulah yang harus kita do’akan.
  1. Tidak berdiri, menginjak atau duduk-duduk di atas kubur. Karena hal ini di larang oleh RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallam. (Lihat, Bhulughul Marram, Hadits no. 562).
  1. Tidak memohon kepada penghuni kubur atau mengharap keberkahan dari mereka ataupun meminta pertolongan pada mereka.
Sebab hanya Allah lah tempat kita meminta dan hanya Allah-lah yang sanggup mengabulkan do’a-do’a kita. Bukankah setiap shalat kita mengucapkan :
اياك نعبد واياك نستعين
“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah, dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan.”
Saudaraku, sesungguhnya berdo’a atau memohon kepada selain Allah adalah termasuk perbuatan syirik. Sedangkan orang yang syirik (menyekutukan Allah), akan di haramkan dari syurga-Nya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
“Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan baginya syurga. Dan tempat tinggalnya adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zhalim itu, seorang penolongpun.”(QS. Al-Maaidah : 72).
Orang yang meninggal tidak dapat memberikan pertolongan atau keberkahan kepada yang memintanya, tidak juga bisa menjadi perantara antara kita dengan Allah Subhanahu Wata’ala. Hal ini telah diketahui dengan jelas oleh para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Oleh  karena itu tidak ada seorangpun diantara mereka yang memohon kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika menziarahi makam beliau. Sekali lagi yang perlu ditekankan adalah bahwa tujuan kita berziarah yaitu untuk mengingatkan kita kepada akhirat dan untuk mendo’akan penghuni kubur, bukan untuk mencari keberkahan dari mereka atau menjadikan mereka perantara dalam do’a kita.
  1. Tidak dibenarkan menyembelih hewan sebagai persembahan (taqarrub) kepada ahli kubur atau bernazar kepada mereka.
  1. Ziarah kubur hanya disunnahkan untuk kaum laki-laki saja.
Hal ini dinyatakan oleh Imam An-Nawawi Rahimahullah dalam Riyaadhus Shaalihiin bab yang ke-66. “Adapun kaum wanita tidak dianjurkan untuk berziarah bahkan dilarang”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu A’nhu, dia berkata : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallammelaknat wanita-wanita yang menziarahi kubur.” (HR. Tirmizi; di Hasankan oleh Al-bani).
Akhirnya, semoga Allah Subhanahu Wata’ala mengampuni dan merahmati seluruh kaum Muslimin, yang hidup juga yang telah meninggal dunia..

Oleh: Harakah Sunniyah Untuk Masyarakat Islami

Jadi Senior Jangan “Diktator”

         Kalo menurut  kamus bahasa Indonesia sih, istilah diktator  itu adalah kepala pemerintahan yang mempunyai kekuasaan mutlaq. Ciri-cirinya anti kritik lho…. Anti perubahan. Nah, kenapa dalam judul ini di beri tanda petik;’ Diktator’…? Hayo kenapa, ada yang tau ngga? Karena bukan arti sesunggguhnya sebagai kepala pemerintahan . Tapi bisa pula meliputi  kepemimpinan di sebuah sekolah. Mungkin ada kepala sekolah yang dictator, ada ketua osis yang diktator, ada ketua rohis yang juga dictator, ada pula ketua paskibra, palang merah remaja, dan ada ketua kelas juga yang ikut- ikutan dictator. Baik para senior di sekolahor di pengajian yang merasa besar kepala (sombong), nggak mau dikalahkan sama para juniornya.

Prisipnya:
Aturan pertama adalah Senior Pasti Benar,
Aturan Kedua adalah Kalo senior ngelakuin kesalahan, liat aturan yang pertama,,,,, beuuuuhhhh (ini sih namanya pengen menang sendiri, bener ngga ???)
             
            Sobat muda muslim yang beriman, istilahnya emang serem abis ya…. Diktator… Diktator..! Jadi bisa ngebayangin deh kalo model begini berarti pemimpinnya galak bener tuh, kalo dalam pemerintahan bisa refresif  alias brutal secara fisik seperti contoh yang  terjadi sekarang-sekarang di pemerintahan kita: mengejar, memukul meringkus, memenjarakan, membulak balikan uang rakyat, bahkan membunuh orang-orang yang tidak setuju dengan pendapatnya. Bukan diajak dialog, tapi langsung dimusuhi  serem banget yahhhh uadah kaya kanibal…! Ko kanibal seperti makan orang aja yee hehehe,,,,, Sobat apa kamu punya senior kaya begitu alias Diktator di sekolahmu..? Kerjaannya bukan melindungi junior eh malah malah  memeras junior, menyuruh hal-hal yang gak  penting, agar mau tunduk kepada mereka, jadi ada  jatah setor duit kepada si diktator setiap hari gitu,, dan melakukannya dengan ancaman bahkan dengan kekerasan. Idiiih , itu senior apa preman jalanan..?

            Maka jangan heran dong kalo perbedaan kelas di tunjukin sama senior untuk menekan junior. Senior malah fasih memaki maki junior di depan  temen-temen mereka ketimbang  menemani mereka belajar dan mengenalkan apa itu arti penghormatan atau penghargaan. Umumnya senior malah bersuka cita dan semangat melayangkan pukulan tangannya ke tubuh dan wajah junior (lah pada bonyok semua tuh muka orang!!) ketimbang mendidik disiplin para junior dengan cinta dan persahabatan. Ini memang aneh bin ajaib…

           Aneh tapi nyata. Kalo sifatnya ngerjain yang sekedar  bikin kesel atau dendam, kayanya nih, biasanya di lampiaskan pada MOS, mereka nggak ngerasa sebagai tindakan penghinaan atau lampiasan kekesalan, malah sebagai ajang mendidik dan melatih disilin katanya sihhh gtu ..! Tapi klo udah kekerasan secara fisik , biasanya kalakuan itu dicap  sebagai perbuatan yang sungguh sangat terlalu abiis..

                Oh Ya….  Sebenernya tindakan para diktator itu bisa bermacam-macam tingkatannya (levelnya). Ada yang ringan , biasa, sedang dan ringan. Contohnya klo yang ringan Cuma nyuruh-nyuruh doang. Klo yang level biasa, bisa diukur dari gayanya yang anti kritik dan mau menang sendiri (legalis) serta memaksakan kehendak. Klo dictator yang levelnya cukup sedang…, biasanya dia anti kritik bangettt dan narsis. Nah klo diktator yang level yang tinggi atau keras bisa sampe menyingkirkan, menyiksa, menyakiti, dan bahkan membunuh iiiih sereeemm…


Bagi para senior jangan diktator, jangan sombong apalagi ja’im demi kepentingan wibawa. Apalagi merasa sok bener sendiri dan meremehkan junior. So jangan ampe deh kamu jadi contoh yang nggak baik…nggak asik tauuu..


Senior anti kritik  harus  di ingatkan..


                    Kamu Pernah ikut organisasi Rohis atau Osis or semacamnya?? Terus pernah bekerjasama dengan senior yang juga menjadi  ketua organisasinya tapi memiliki gaya seperti para diktator yang di tunjukan dengan gaya anti kritik? Kalo belum pernah beruntung banget tuh kamu, tapi kalo sedang mengalaminya, juga beruntung. Lho, gimana maksudnya nih ? Kok untung dua-duanya ? Kayak kayak promo sebuah operator seluler aja yah.


                     Iya, klo belum pernah bekerjasama dengan senior yang jadi ketua OSIS model gtu, kamu emang beruntung. Sebabnya, sang senior yang jadi ketua osis tersebut pastilah enak di ajak ngobrol, asik diajak sharing,, nggak bete dan mute banget klo diajak diskusi . Singkat kata sang senior yang memegang jabatan itu orangnya terbuka. Bukan orang yang anti kritik. Waktu MOS k emarin  ada nggak senior yang anti kritik? Udah Tahu tuh senior ngelakuin salah tapi nggak nerima klo dikritik  jun ior ( weleh- weleh ada aja nih orang kelakuannya )


                     Terus, kalupun kamu ngalami kerjasama dengan senior  yang jadi ketua OSIS tapi punya gaya kepemimpinan diktator, kamu juga tetep dianggap beruntung karena jadi ada ladang amal untuk ngingetin sang senior. Jangan diam aja nggak perlu takut untuk ngingetin doi, Yupz, sampaikan bahwa sikap anti kritik tuh nggak benar dan nggak baik, sang senior itu boleh aja jadi ketua OSIS, tapi bukan berarti sebagai ketua OSIS berhak memaksakan kehendak dan anti kritik, bener nggak...?


                     Menganggap dirinya lebih bener lebih baik, dan lebih hebat sembari mengabaikan usulan dan masukan dari junior, bahkan menolak masukan dan krtikan dari temannya sendiri, (Klo difikir-fikir bete  juga punya senior yang jadi ketua OSIS kayak gtu ), sebEEl Bgetz. Tapi sebagai bentuk perhatian kita, boleh dong kita berani sedikit aja untuk ngigetin doi, iya nggak sih? Siapa tahu kepedulian kita dengan cara ngingetin  doi jadi ldang amal buat kita bener nggak tuh , atau dalam lingkaran amar ma'ruf nahi munkar iya nggak....?


                     Emang sih nggak mudah buat ngingeti senoir model gtu, maklumlah dia ngerasa lebih dalamsoal umur, ngerasa , bisa juga lebih soal ilmu, bisa juga lebih soal jabatan. Ya, nggakmasalah sih asal kelebihan itu bisa dirasakan masalah manfaatnya oleh para junior atau kelebihan itu tak menjadikan sang senior arogan atau merendahkan junior. Jangan sampe dech ada kejadian senior yang tega-teganya menyiksa junior hanya gara-gara beda pendapat dan sang senior ogah dapetin kritik dari junior.


Sumber : Majalah Gerimis Edisi 11





Rabu, 24 Agustus 2011

Fatwa Ulama’ seputar “karir” wanita


Islam adalah syariat yang diturunkan oleh Allah Sang Pencipta Manusia, hanya Dia-lah yang Maha Mengetahui seluk beluk ciptaan-Nya. Hanya Dia yang Maha Tahu mana yang baik dan memperbaiki hamba-Nya, serta mana yang buruk dan membahayakan mereka. Oleh karena itu, Islam menjadi aturan hidup manusia yang paling baik, paling lengkap dan paling mulia, Hanya Islam yang bisa mengantarkan manusia menuju kebaikan, kemajuan, dan kebahagiaan dunia akhirat.






Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya :
“Apa pendapat islam tentang wanita yang bekerja dan keluar dengan mengenakan pakaiannya seperti yang kita lihat dijalan-jalan, sekolah dan rumah serta pekerjaan wanita pedesaan dengan suaminya di ladang menurut islam ?

Jawab Syaikh :
  • Tidak diragukan lagi bahwa islam memuliakan wanita, memeliharanya, menjaganya dari manusia yang jahat. Dan menjaga hak-haknya, mengangkat kedudukannya  dan menjadikannya partner laki-laki dalam warisan serta mewajibkan wali untuk minta izinnya dalam pernikahan.
  • Islam juga memberikan hak penuh kepadanya untuk mengurusi hartanya apabila ia berakal. Dan mewajibkan suaminya untuk memberikan hak-haknya yang banyak, mewajibkan kepada bapaknya dan keluarganya untuk memberinya nafkah ketika ia membutuhkan.
  • Islam juga mewajibkannya untuk menutup diri dari pandangan orang lain agar tidak menjadi barang murahan sebagaimana firman Nya :
Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min “Hendaknya mereka menjulurkan pakaiannya keseluruh tubuh mereka” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu.” (QS. Al Ahzab : 59)
  • Alloh Subhanahu Wata’ala juga berfirman :
“Dan hendaklah kalian tetap dirumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orag-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS Al Ahzab : 33)
  • Dalam ayat ini Alloh Subhanahu Wata’ala memerintahkan wanita untuk selalu konsisiten berada dirumah karena keluarnya banyak menimbulkan fitnah. Dan dalil syara’ telah menunjukkan bahwa dibolehkannya keluar untuk suatu keperluan dengan menggunakan hijab serta menjauhi perhiasan, tetapi keberadaannya dirumah adalah hukum asal yang lebih baik untuknya dan lebih sesuai serta lebih jauh dari fitnah.
  • Adapun pekerjaan wanita dengan suaminya diladang atau pabrik atau rumah maka tidak ada dosa baginya, dan demikian juga apabila ia bersama dengan mahramnya, yang tidak terdapat didalamnya orang lain sebagaimana hukum pekerjaannya bersama wania-wanita lainnya. Pekerjaan yang diharamkan baginya hanyalah pekerjaan yang dilakukan dengan orang laki-laki yang bukan mahramnya, karena hal itu bisa mendatangkan kerusakan dan firnah yang besar.” (Majmu’ Fatwa Wa Maqolat Mutanawwi’ah 4/308 dengan ringkas) []Redaksi

Sedekah Untuk Orang yang Telah Meninggal


Pertanyaan :
Apakah sedekah orang yang hidup bermanfaat untuk si mayit (orang yang sudah meninggal dunia)?

Jawaban :

Fatwa Lajnah Daimah : Hukum Sinetron



Segala puji semata-mata ditujukan kepada Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada orang yang tidak ada lagi Nabi sesudahnya. Amma ba’du:
Melihat banyaknya laporan dan permintaan fatwa yang ditujukan kepada Komite Penelitian Ilmiah dan Fatwa berkenaan dengan masalah sinetron yang telah beredar selama kurang lebih enam tahun lamanya, sejak tahun 1416 H. hingga tahun 1421 H. yang memunculkan berbagai macam kontroversi di dalam masyarakat karena bertentangan dengan syariat, norma-norma dan moralitas, di mana secara garis besar menurut pandangan umum (publik),  sinetron seperti yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut:
  1. Penghinaan terhadap orang baik dan shalih serta melemparkan aib kepada mereka.
  2. Keluarnya wanita bersama pria-pria asing (yang bukan mahramnya) yang berdampak pada bercampurnya kaum wanita dan pria, mempertontonkan perhiasan, terbukanya aurat dan dampak buruk lainnya.
  3. Menganggap mudah atau meremehkan urusan agama dengan menyukai apa yang dilarang oleh agama seperti mengabaikan penggunaan hijab (penutup aurat seperti jilbab dll.), mempertontonkan perhiasan kepada orang-orang asing, bepergiannya kaum wanita ke negeri-negeri kafir dan negeri-negeri yang penduduknya akrab dengan perbuatan rendah dan hina serta bertentangan dengan akhlak-akhlak mulia.
  4. Karena dapat menyakiti perasaan orang-orang yang ghirah terhadap agamanya dan yang menjaga kehormatan dirinya serta kehormatan para wanitanya.
  5. Mengagungkan syahwat dengan menonton keburukan yang membunuh rasa malu dan melanggar kesucian.
  6. Melakukan tindakan bodoh, hina, manipulasi kepribadian seperti mengenakan janggut palsu (imitasi) dan lain sebagainya.
Mengikuti adat kebiasaan sebagian negara dan wilayah dengan meniru ucapan serta logat mereka dengan cara yang menghina dan memperolok penduduk negara yang mereka ikuti adat dan logatnya itu serta memperlihatkan aib mereka.
Setelah Komite mempelajari dan meneliti secara seksama tentang permohonan fatwa dalam perkara sinetron ini, maka Komite menjelaskan kepada seluruh kaum muslimin hal-hal sebagai berikut:
Pertama Diharamkan memproduksi sinetron, menjual dan menyebarluaskan serta menawarkannya kepada umat Islam disebabkan hal-hal berikut ini:
  1. Terdapat unsur penghinaan terhadap sebagian perkara agama dan pelecehan dari orang yang melakukannya. Perkara ini sangat meresahkan masyarakat dan ditakutkan dapat menim-bulkan akibat buruk bagi mereka.
  2. Terdapat unsur yang bertentangan dengan syari’at agama,dan membawa manusia (khususnya umat Islam) untuk keluar dari syari’at Islam dan menyimpang dari jalan Tuhannya karena hal itu menumbuhkan hubungan atau pertalian yang tidak disyariatkan antara kaum wanita dengan pria asing (bukan mah-ramnya), menguatkan ghirah terhadap sesuatu yang diharamkan oleh agama, meremehkan eksistensi hijab sebagai alat untuk menutupi aurat, dan lain sebagainya.
  3. Terdapat propaganda dari negara-negara yang di dalamnya tampak tanda-tanda kekafiran (yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam), dan negara yang telah popular kerusakan akh-laknya.
  4. Terdapat sesuatu yang dapat membangkitkan rasa angkuh dan semangat jahiliyah berkenaan dengan memperolok-olok adat kebiasaan dan logat di mana hal itu bertentangan dengan tujuan diturunkanya syari’at Islam yang menganjurkan umatnya untuk saling mencintai dan saling mengasihi, bersatu dalam ikatan persaudaraan yang tulus serta jauh dari segala macam permu-suhan dan kebencian. Allah berfirman di dalam kitabNya,
    “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Hujurat: 10-11).
  5. Mendatangkan perbuatan atau sifat yang rendah dan hina, menghilangkan petunjuk pada kemuliaan, menyebarluaskan kerusakan, mendatangkan kecintaan terhadap hal-hal yang bersifat mungkar serta kesenangan dalam melakukannya.
Kedua, Haram hukumnya menyaksikan sinetron serta duduk untuk menyaksikannya karena di dalamnya terdapat kemungkaran dan pelanggaran terhadap batas-batas yang telah ditentukan Allah. Allah berfirman tentang gambaran hamba-hambaNya yang bertakwa,
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu.” (Al-Furqan: 72),
Yaitu orang-orang yang tidak mendatangi perkataan dan perbuatan yang diharamkan oleh agama serta perayaan-perayaan yang dilakukan oleh orang kafir, sebagaimana Allah berfirman,
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membica-rakan pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).”(Al-An’am: 68).
Para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan memperolok-olok pada ayat di atas adalah; berbicara dengan pembicaraan yang bertentangan dengan kebenaran, menjadikan baik ucapan-ucapan yang batil, mengajak kepadanya, memuji para pelakunya, menentang kebenaran, mencela dan mencemar-kan orang yang melakukan kebenaran. Ayat-ayat yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa duduk bersama orang-orang yang berbuat kemungkaran adalah haram hukumnya. Allah سبحانه و تعالى berfirman,
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesung-guhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.”(An-Nisa’: 140).
Banyak ulama yang berpendapat bahwa keumuman ayat itu mencakup mendatangi majelis atau tempat yang didirikan oleh para pelaku maksiat dan orang-orang fasik yang di dalamnya terdapat penghinaan terhadap hukum-hukum Allah dan kea-gunganNya.
Ketiga, Haram hukumnya mempropagandakan sinetron ini, menganjurkan serta mengumumkannya melalui media apapun karena hal itu termasuk pada perbuatan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Allah سبحانه و تعالى telah melarang per-buatan demikian melalui firmanNya,
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya.”(Al-Ma’idah: 2).
Maka wajib bagi kita untuk tidak mengikuti perbuatan serta kebencian mereka kepada Allah hingga mereka bertaubat kepada-Nya dan meninggalkan kemaksiatan yang dilakukannya.
Keempat Tidak ada pengecualian hukum dalam masalah yang berkenaan dengan sinetron, bahkan hukum tersebut berlaku (mencakup) untuk segala macam sinetron yang di dalamnya terdapat penentangan terhadap syariat Islam, melanggar keten-tuan Allah, merusak akhlak, membunuh ghirah dalam beragama, melibas sifat keperwiraan (kegagahan) dalam diri manusia, dan membuka peluang terhadap berbagai macam penyimpangan.
Kelima Umat Islam wajib bersungguh-sungguh dalam menjalani kehidupannya dan tidak menjadikannya sebagai lelucon dan permainan, dan hendaklah mereka menggunakan waktu untuk sesuatu yang bermanfaat bagi agama dan kehidupan di dunia ini. Hendaklah mereka menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dapat mengikis agama mereka, melemahkan kekuatan mereka, menghabiskan waktu mereka kepada hal-hal yang tidak berguna, dan menurunkan kemampuan mereka sehingga membuat musuh-musuh kuasa untuk mengalahkan mereka. Sungguh kehidupan ini sangat berharga maka sudah sepatutnya setiap orang yang mengaku dirinya muslim untuk menjaga dan mengawasi segala sesuatu yang mengandung kebatilan dan perkara-perkara yang rendah lagi hina, dan hendaklah mereka menunaikan kewajiban mereka kepada Allah dengan berpegang teguh pada syariat agama, menjaga hak-hak Allah yang wajib dikerjakan, mendidik kaum muda kepada kebenaran dan kemuliaan serta menjauhkan mereka dari segala macam bentuk kesia-siaan, kerusakan serta kehinaan. Sedangkan orang-orang mereka yang menyediakan sinetron ini wajib untuk bertaubat kepada Allah. Semoga Allah senantiasa memperbaiki keadaan kita semua dan menunjukkan kita jalan yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Mahadekat dan Maha Mengabulkan segala permohonan. Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم beserta keluarga dan para sahabatnya.
Sumber: Bayan al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta’, No. 21685, tanggal 7/9/1421 H