This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 24 Maret 2014

BERAMAL MERAIH KEMENANGAN

Sumber: Majalah As silmi Edisi 2 (Yayasan Islam Al Huda Bogor)



} ...وَ مَا النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِندِ اللهِ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ {
“….Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [QS. al-Anfāl (8): 10]




S
esungguhnya ada 2 (dua) hakekat besar yang harus dikuasai dan difahami oleh para da`i dan para pembaharu, yaitu:
Pertama: Masa depan akan menjadi milik Islam dan kemenangan akan diberikan ke-pada orang-orang yang bertaqwa. Hal ini banyak dijelaskan oleh nash-nash yang pasti dan tegas, di antaranya adalah:
} هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَ دِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَ لَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ {
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walupun orang-orang musyrik tidak menyukainya” [QS. at-Tawbah (9): 33]
} إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَ الَّذِينَ آمَنُوا فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ يَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ{
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)” [QS. al-Mu'min (40): 51]
} وَ كَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ المُؤْمِنِينَ {
“Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman” [QS. ar-Rūm (30): 47]
Kedua: Sesungguhnya Allah swt akan memenangkan orang yang menolong-Nya dan orang-orang yang berpegang teguh ke-pada agama-Nya. Dia akan menghinakan orang-orang yang menyingkirkan agama-Nya, melanggar perintah-Nya dan meng-ikuti hawa nafsunya. Dalam hal ini, Allah swt berfirman:
} وَ لَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ {
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguh-nya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” [QS. al-Hajj (22): 40]
} يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَ يُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ {
“Hai orang-orang yang beriman, jika ka-lian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan ke-dudukan kalian”  [QS. Muhammad (47): 7]
} حَتَّى إِذَا اسْتَيْأَسَ الرُّسُلُ وَ ظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَن نَّشَاءُ وَ لاَ يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ القَوْمِ المُجْرِمِينَ {
“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa” [QS. Yūsūf (12): 110]
Dalam memahami dua hakekat yang agung ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran berharga, yaitu:

1.     Tidak ada kata putus asa dan rasa kecewa dalam kamus kehidupan kaum mu`minin.
Aqidah kita adalah aqidah kemenangan, agama kita adalah agama kedaulatan. Kewajiban kita adalah memastikan dan mengetahuinya dengan yakin, agar kita hidup dengan jiwa yang dinaungi harapan positif, pandangan yang bersinar dan satu petunjuk di bawah naungan-Nya.
} إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْهُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا َتَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَ أَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَ جَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا وَ اللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ {
“Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” [QS. at-Tawbah (9): 40]
Di samping itu, harapan positif dan berbaik sangka kepada Allah swt adalah pilar penting bagi seseorang yang menghendaki perubahan. Urgensinya akan semakin jelas saat kita mengerti bahwa sasaran utama musuh-musuh kita adalah lemahnya kepribadian kita, tertanamnya sikap putus asa dan rendah jiwa, agar cita-cita kita memudar dan dororgan ke-bangkitan dalam jiwa-jiwa kita melemah, karena ummat yang berputus asa tidak akan sanggup berdaya upaya melakukan berbagai hal.

2.     Sesungguhnya ta`at kepada Allah swt dan konsekwen dengan syari`at-Nya merupakan kunci kemenangan dan pintu kedaulatan.
Tidak ada jalan lain bagi ummat ini untuk meraih ketinggian, kemenangan dan kemuliaan kecuali dengan melewati jalur tersebut.
‘Umar al-Farūq ra berkata:
( أِنَّا كُنَّا أَذَلَّ قَوْمٍ، فَأَعَزَّنَا اللهُ بِالإِسْلاَمِ؛ فَمَهْمَا نَطْلُبُ اْلعِزَّةَ بِغَيْرِ مَا أَعَزَّنَا اللهُ بِهِ: أَذَلَّنَا اللهُ )
Sesungguhnya dahulu kami adalah kaum terhina, lalu Allah memuliakan kami dengan Islam. Bagaimanapun kami mencari kemuliaan dari selain apa yang Allah telah muliakan kami, niscaya Allah akan menghinakan kami(HR. al-Hākim: 1/130 dan beliau berkata: Hadits Shahih sesuai syarat al-Bukhāriy dan Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya)
Atas dasar hal tersebut, Allah swt telah menjadikan kemuliaan dan kehinaan kita di tangan-tangan kita sendiri, bukan di tangan orang lain. Bukti kebenarannya adalah Firman Allah swt di dalam Kitab-Nya:
} أَوَ لَمَّا أَصَابَتْكُم مُّصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُم مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ {
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini”. Katakanlah: ”Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” [QS. Āli Imrān (3): 165]
Amal-amal kitalah sebab musibah yang menimpa dan menerpa kita,maka itu pulalah sumber kebangkitan, syarat reformasi serta pilar perubahan yang diharapkan. Allah Ta`ala berfirman :
} إِنَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ {
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” [QS. ar-Ra'd (13): 11]

3.     Sesungguhnya kemenangan akan tertunda disebabkan ketiadaan syarat-syaratnya atau keberadaan penghalang-penghalangnya.
Orang yang mampu merenungkan kondisi kita saat ini, akan mendapatkan bahwa iman telah melemah, unsur-unsur yang mencederai pokok dan kesempurnaan iman amat merebak, umat tenggelam dalam lingkaran syahwat dan syubhat Di samping gejolak kelalaian telah banyak menyebabkan kekacauan dan perpecahan, lebih jauh lagi mengarah pada kelalaian mempersiapkan diri dan meraih sebab-sebab kemenangan.
Di saat itu biasanya hanya berwujud salah satu dari dua tokoh :
Seorang tokoh yang lemah iman, hatinya terikat dunia dan kemewahan, penuh rasa takut dan pengecut, selalu siap setia –sebelum diminta– kepada musuh-musuh-nya guna mewujudkan apa yang disangkanya tujuan.
Tokoh lain adalah anak cucu kaum munafiqin terdahulu yang ditarbiyah kaum musuh secara langsung yang telah menjadi agen-agennya serta sangat bermusuhan dengan umat Islam dan ajaran pokok utamanya.
Ini gambaran secara umum.
Adapun jika kita masuk ke tengah-tengah para reformis serta pendorong semangat di kalangan ulama dan da`i, walaupun memiliki banyak kebaikan dan manfaat, akan tetapi kita menyaksikan beragamnya penyakit yang ada pada mereka. Salah satu di antaranya adalah menjadi penghalang kemenangan dan pencegah kedaulatan, tentu pertanyaannya bagaimana mungkin keduanya bisa menyatu ? Kita dapat melihat sebagian mereka minim dalam fiqh, lemah dalam wawasan, miskin dalam tabligh dan bayan, mencari dunia dan makan atas nama agama, perpecahan, kekacauan dan kepartaian atas dasar selain agama di banyak sekali keadaan…dan lain-lain.

4.     Sekalipun kelemahan sangat dahsyat dan kekacauan amat besar, akan tetapi keburukan yang ada belum sampai pada kondisi yang dilakukan masyarakat Jahiliyyah sebelum bi`tsah nabawiyyah yang mulia.
Pada saat itu Allah Swt memandang penghuni bumi dengan pandangan murka baik mereka yang berbangsa Arab ataupun berbangsa non Arab, kecuali segelintir dari Ahlul Kitab.
Rasulullah Saw bersabda :
(( وَ إِنَّ اللهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ عَرَبَهُمْ وَ عَجَمَهُمْ إِلاَّ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ ))
Sesungguhnya Allah memandang penghuni bumi, lalu Dia memurkai mereka, baik mereka yang berbangsa Arab maupun yang berbangsa non Arab, kecuali Ahlul Kitab yang masih tersisa(HR. Muslim Kitāb al-Jannah Bāb ash-Shifāt allatī Yu`raf Bihā fi ad-Dunyā Ahla al-Jannah wa Ahl an-Nār No. 2865)
Hal itu dikarenakan, walaupun umat ini menderita penyakit kronis, akan tetapi tetap hidup belum mencapai kematian, masih memiliki unsur-unsur kekuatan dan bahan-bahan perubahan yang masih bisa dipetik hasilnya, walaupun semua itu tak mungkin tercapai selama para reformis tidak menempuh manhaj Nabawi dalam perubahan.
Saat seseorang merenungkan kondisi para perubah di masa kita dengan berbagai metode perubahan yang mereka kembangkan, dia akan mengetahui bahwa mereka berada pada berbagai ragam jalan yang berbeda. Sebagian mengadopsi hanya satu sisi perubahan dan menyingkirkan perubahan lainnya. Sebagian lagi terlalu tergesa-gesa menempuh jalan, lalu memilih marhalah puncak di antara marhalah-marhalah perubahan dengan mengabaikan marhalah-marhalah sebelumnya yang sebenarnya menjadi pondasi berdiri tegaknya marhalah yang dipilih tersebut. Inilah pemilihan marhalah jihad fhisik sebagai metode satu-satunya, tidak ada jalan lain selain itu, karena dialah puncak perjuangan Islam. Apa yang diriwayatkan oleh ‘Umar al-Farūq ra:
(( إِنَّ اللهَ لَيَزَعُ بِالسُّلْطَانِ مَا لاَ يَزَعُ بِالْقُرْآنِ ))
Sesungguhnya Allah akan mengokohkan dengan kekuasaan sesuatu yang tidak kokoh dengan al-Qur`an(Lihat: Tarikh Baghdad: 4/70 dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya: 3/60 dengan lafadz tersebut secara marfu`, namun tidak syah riwayat marfu`nya)

Di pihak lain ada golongan yang ter-kena penyakit pengecut dan penakut, khawatir mendapatkan siksaan, terlalu asyik dengan dunia dan kesenangan. Mereka hanya melihat besarnya kebaikan yang ada dengan mengabaikan lawanan-nya, lalu syaithon menghiasi keburukan amalnya. Mereka berpandangan bahwa melawan keburukan yang begitu dahsyat walaupun dengan cara yang bijak dan metode yang baik merupakan ketergesa-gesaan dan kengawuran serta keluar dari metode yang tepat dan lurus. Sekalipun seluruh metode ini mewujudkan beberapa kebaikan, akan tetapi tetap tidak mengarah kepada perubahan yang sesungguhnya, karena hanya mengambil sebagian kandungan al Kitab dan meninggalkan bagian lainnya.

5.     Ada dua penghalang yang saling berlawanan, di mana keduanya merupakan dua penghalang terbesar yang menghalangi keberhasilan da`wah kebaikan dan perubahan :
Ketergesa-gesaan serta kelemahan dan kengawuran.
Penghalang pertama akan membawa kepada kehancuran, bagaimanapun baiknya tujuan si pelaku, karena telah kehilangan tahapan dan kebijaksanaan serta tidak memberikan ruang bagi masa depan yang panjang.
Penghalang kedua akan menghalangi seseorang dengan amal kerjanya, yang selanjutnya akan mengarah pada lemahnya jiwa.
Siapapun yang merenungkan petunjuk Nabi saw dalam perubahan, niscaya dia akan menemukan bahwa beliau saw telah mengerahkan semaksimal kemampuannya dalam melakukan reformasi dan perubahan dengan metode yang begitu kuat dan kontinyuitas yang cukup tinggi karena kekokohan dan ketangguhan beliau  seperti gunung-gunung menjulang. Akan tetapi, Semua itu tetap berada pada alur tahapan, ketenangan, kebijaksanaan yang jelas, serta menggunakan seluruh sarana-sarana syar`i dan mendatangi rumah melalui pintunya masing-masing.
Beliau saw berdakwah, mengajar, membina, mendidik, mempersaudarakan, menyatukan dan mendirikan daulah Islam yang menjadi pilar jihad dan penegakan syari`at Islam di masyarakat, Itulah hidayah Rasulullah Saw.
 Jika kita menghendaki umat kita beruntung, jiwa kita sukses, maka kita wajib menempuh jalan yang dilalui oleh Rasulullah saw dan berjalan di atas manhajnya, karena tidak akan baik kondisi umat ini kecuali dengan sesuatu yang telah memperbaiki kondisi umat yang pertama.



6.     Di balik peristiwa yang menyakitkan ini - di samping munculnya bintang-bintang bersinar di kalangan ulama robbani, para da`i yang jujur dan para pendukung shohwah mubarokah - sesungguhnya kewajiban yang ada pada masa sekarang adalah menjelaskan dan menda`wahkan yang hak, mengajarkan agama dan mendidik para penganutnya, hingga generasi terpelihara dan cita-cita terjaga.
Untuk menjalankan perealisasian dan perwujudannya, maka wajib kita beramal dengan melewati berbagai kesulitan dan menanggung berbagai halangan, sebesar apapun kesulitan dan halangan tersebut.

Sumber: Majalah As silmi Edisi 2 (Yayasan Islam Al Huda Bogor)

TARBIYYAH FIKRIYYAH BERPOLA MANHAJIYYAH





Yang dimaksud tarbiyyah fikriyyah berpola manhajiyyah adalah pendidikan berpola fikrah (pemikiran) salaf, pendalaman faham-faham yang benar di dalam jiwa serta mewas-padai faham-faham keliru yang diajarkan kepada kaum muslimin. Tujuan pendidikan tersebut adalah lahirnya generasi baru yang terpola oleh pemikiran as-Salaf ash-Shalih serta pemahaman mereka terhadap al-Qur`an dan as-Sunnah.


1.     Mendidik Jiwa Untuk Beradab Kepada Allah swt dan Rasul-Nya.
Allah swt berfirman:Š
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [QS. al-Hujurāt (49): 1]
Konsekwensi adab tersebut adalah:
a.     Lebih mengutamakan syarī`ah (al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah saw), kemudian menundukkan akal terhadapnya.
b.     Memulai dengan keakuratan riwayat (sum-ber berita) sebelum dirayat (kandungan isi berita).
c.     Harus mengedepankan nash-nash (lafazh-lafazh) syar`i (al-Qur`an dan as-Sunnah) di atas nazhar `aqliy (pandangan akal).
d.    Harus meyakini bahwa nash-nash yang shahih tidak akan mungkin berbenturan dengan akal yang lurus.
e.     Harus meyakini bahwa para shahabat Nabi saw yang pertama kali mengalami masa turunnya al-Qur`an dan terbina oleh
sosok murabbi (pendidik) agung, pasti le-bih banyak serta lebih baik penelitian dan pemahamannya terhadap syari`at yang hanīf ini. Maka, yang rasional menurut kita adalah apa saja yang sama dengan hidayah yang mereka fahami, sedangkan yang keliru menurut kita adalah apa saja yang bertentangan dengan konsep mereka.
Inilah kaedah pertama dalam manhaj salafi yang dalam faktanya menjadi unsur penting yang membedakannya dengan manhaj-man-haj ahli bid`ah, di mana pada umumnya me-reka mendidik penganutnya untuk keluar dari kedaulatan al-Qur`an dan as-Sunnah serta mengagungkan pandangan-pandangan dan perkataan para syeikh serta tokoh-tokoh mereka. 


2.     Mendidik jiwa untuk mengambil zhahir (tekstual) al-Qur`an dan as-Sunnah (sam-pai ada dalil yang menunjukkan bukan zhahir yang dimaksud) serta menolak bentuk-bentuk pena`wilan kalam atau filsafat.

“Sesungguhnya Kami menurunkannya be-rupa al-Qur'an dengan berbahasa ‘Arab, agar kalian memahaminya” [QS. Yūsūf (12): 2]

“Dan sesungguhnya al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muahammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang mem-beri peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas” [QS. asy-Syu’arā’ (26): 192-195]

Imam asy-Syāfi`iy rhm berkata:
al-Qur`an itu berbahasa Arab sebagaimana yang disifatkan. Hukum-hukum yang terdapat di dalamnya bersifat zhahir dan umum. Tidak bo-leh seseorang memalingkan ma`na zhahir kepada makna bathin, atau makna umum kepada makna khusus kecuali dengan adanya petunjuk dari Ki-tabullah, jika tidak, maka adanya petunjuk dari sunnah Rasulullah yang menunjukkan bahwa makna nya adalah khusus bukan umum, bathin dan bukan zhahir(asy-Syāfi`iy, Mukhtalaf al-Hadīts (Hāmisy al-Umm): 7/27)
Ta`wil yang dikenal para ulama salaf ada-lah ta`wil dalam arti tafsir atau fakta akhir dari sesuatu, bukan mencari makna yang le-mah dikarenakan bertentangan dengan akal atau pandangan seseorang. Ta`wil yang dike-nal mereka bukan pena` wilan para filosof yang terlalu dangkal dalam memahami nash, seperti pena`wilan sifat-sifat Allah swt.
3.     Mendidik jiwa untuk tidak menempat-kan para ulama ummat di tempat yang hanya diduduki oleh Rasulullah saw.

Yaitu kedudukan yang diberikan Allah swt kepadanya, sebagaimana firman-Nya:

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.Dan apa yang dilarangnya ba-gimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya” [QS. al-Hasyr (59): 7]
Hanya Rasulullah saw yang wajib kita terima apa saja yang dikatakan dan diamal-kannya, serta kita wajib menolak apa saja yang bertentangan dengannya. Sedangkan selain beliau saw, yaitu para ulama kaum muslimin, maka pendapatnya dapat diterima dan dapat pula ditinggalkan atau ditolak.
Ahlus Sunnah wal Jama`ah tidak memiliki sosok yang diikuti secara total kecuali Ra-sulullah saw, yang tidak berbicara kecuali dengan wahyu. Beliaulah yang wajib dibe-narkan kabar beritanya serta yang wajib di-ta`ati segala perintahnya. Kedudukan ini ti-dak dimiliki oleh para imam manapun se-lain beliau saw, bahkan siapapun juga, se-mulia apapun, semuanya bisa diterima dan ditolak, pandangan maupun pendapatnya.

4.     Mendidik jiwa untuk mencintai para shahabat dan ahlul bait Nabi saw.
Ahlus Sunnah senantiasa membersihkan kalbu dan lisan mereka dari upaya memper-bincangkan para shahabat Rasulullah saw. Mereka adalah orang-orang yang digambar-kan oleh Allah swt dalam firman-Nya:


“Dan orang-orang yang datang sesudah me-reka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan sau-dara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami ter-hadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyan-tun lagi Maha Penyanyang” [QS. al-Hasyr (59): 10]

Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang sangat memahami sabda Rasulullah saw yang melarang mencaci maki para shahabat:
(( لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِيْ فَوَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نِصْفَهُ ))
Janganlah kalian mencaci para shahabatku. Demi Allah Yang jiwaku berada dalam geng-gaman tangan-Nya, seandainya salah seorang dari kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka hal tersebut tidak akan dapat me-nyamai satu mud atau setengahnya (kebaikan) mereka sekalipun(HR. al-Bukhāriy 3673 dan Muslim 2541)

Ahlus Sunnahpun mencintai ahlul bait atau keluarga Rasulullah saw secara tepat dan benar, sesuai tuntunan Allah swt dan Rasul-Nya saw. Kecintaan mereka kepada ahlul bait tidak menjadikan mereka melampaui batas mendudukkan mereka melebihi kedudukan Allah swt atau para rasul utusan-Nya, seperti yang diperbuat kaum Syi`ah Rafidhah yang hina-dina.
5.     Mendidik jiwa untuk selalu menuntut ilmu yang bermanfa`at dan untuk mema-hami masalah-masalah syar`i melalui al-Qur`an dan as-Sunnah, dengan memper-hatikan keshahihan dan kedha`ifan alur periwayatannya.
Imam al-Bukhariy dalam kitab Shahihnya membuat satu bab khusus yang diberi judul “Bab Ilmu Sebelum Perkataan dan Perbuatan”, berlandaskan firman Allah Swt:

Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah …” [QS. Muhammad (47): 19]
‘Umar bin al-Khaththab rda berkata:
( تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تَسُوْدُوا )
 Bertafaqquhlah (belajarlah agama) sebelum kalian memimpin
Imam al-Bukhariy rhm berkomentar:
( وَبَعْدَ أَنْ تَسُوْدُوْا وَقَدْ تَعَلَّمَ الصَّحَابَةُ وَهُمْ كِبَارُ )
Begitu pula setelah memimpin, karena para shahabat pun masih tetap belajar di saat me-reka telah menjadi pembesar (pemimpin)  (Fath al-Bāriy: 1/192)
6.     Mendidik jiwa untuk mencintai para ulama `amilin (aktivis yang mengamal-kan ilmu) dan para imam mujtahid serta menjadikan ijma` mereka sebagai dalil.
Allsah swt berfirman:

“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” [QS. al-Mujādilah (58): 11]

7.     Mendidik jiwa untuk senantiasa meme-lihara jiwa dan kehormatan kaum mus-limin.              
Rasulullah saw bersabda:
(( كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ ))
Setiap muslim atas muslim lainnya diharam-kan (menyakiti) darah, harta dan kehormatan-nya” (HR. Muslim: 2564)
Berkaitan dengan hal tersebut, Ibnu al-`Arabiy berkata:

( ثَبَتَ النَّهْيُ عَنْ قَتْلِ الْبَهِيْمَةِ بِغَيْرِ حَقٍّ وَالْوَعِيْدُ فِيْ ذَلِكَ فَكَيْفَ بِقَتْلِ الآدَمِيِّ؟! فَكَيْفَ بِالْمُسْلِمِ؟! فَكَيْفَ بَالتَّقِيِّ الصَّالِحِ؟!)
Sudah sangat jelas larangan dan ancaman membunuh binatang tanpa hak, apalagi kalau membunuh seorang manusia? Apalagi kalau membunuh seorang muslim? Apalagi kalau membunuh insan bertaqwa lagi shalih?”(Fath al-Bāriy: 12/196)

8.     Mendidik jiwa untuk siap mengemban amanah dan tanggung jawab ummat dengan beramal jama`i (terkordinir dan terpimpin).
Da`wah kepada Allah swt, bekerja untuk menegakkan agama-Nya dan upaya mening-gikan bendera kemuliaan-Nya adalah usaha yang sangat besar untuk hanya sekedar dila-kukan oleh hanya beberapa gelintir individu atau perorangan tertentu. Bahkan sebaliknya, seluruh kaum muslimin berkewajiban untuk gotong-royong, bahu-membahu dan berorga-nisasi secara giat untuk ikut serta dalam me-negakkan kewajiban besar tersebut. 

Allah Swt berfirman:
“…Dan tolong-menolonglah kalian dalam (me-ngerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pe-langgaran. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. al-Mā’idah (5): 2]

9.     Mendidik jiwa untuk mencintai jihad dan siap untuk syahid fi sabilillah (de-ngan tuntunan manhaj yang benar).
Rasulullah saw mengingatkan:
(( إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتًمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرَاجَعُوا دِيْنَكُمْ ))
Jika kalian jual beli `inah, dan bergelut dengan ekor sapi serta ridha dengan pertanian, lalu meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menim-pakan kehinaan kepada kalian. Suatu kehinaan yang tidak pernah dicabut dari kalian, sampai kalian kembali kepada ajaran agama kalian (HR. Abū Dāwud: 3445, dishahihkan al-Albāniy dalam as-Silsilah ash-Shahīhah: 11)


10. Mendidik jiwa untuk memperhatikan secara benar dan mendalam tentang amar ma`ruf dan nahi munkar.
Allah Swt berfirman:

“Kamu adalah ummat yang terbaik yang di-lahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. …” [QS. Āli ‘Imrān (3): 110]
11. Mendidik jiwa untuk memahami fiqh waqi` (pemahaman terhadap realitas ummat) dan segala tipu-daya musuh-musuh Islam, baik dari kalangan Yahudi dan Nashrani, maupun dari kaum seku-ler dan orang-orang munafiq.
Allah Swt berfirman:

“Dan demikianlah Kami menerangkan ayat-ayat al-Qur’an. (supaya jelas jalan orang-orang yang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa” [QS. al-An’ām (6): 55]

Dalam al-Qur`an, Allah swt telah men-jelaskan jalan orang-orang mu`min dengan rinci serta jalan orang-orang mujrim dengan rinci pula. Apa saja akibat yang akan dite-rima keduanya, perilaku keduanya, siapa saja para pendukungnya serta sebab-sebab kemuliaan dan kehinaan yang ada pada ke-duanya pun telah dijelaskan secara rinci.
Kedua jalan tersebut, yaitu jalan kaum mu`minin dan jalan kaum mujrimin telah ditampilkan, diungkap, ditegaskan dan di-rinci secara gamblang oleh Allah swt dalam kitab-Nya.
Maka dari itu, orang-orang yang menge-nal Allah swt, Kitab dan agama-Nya pastilah mengetahui secara rinci jalan orang-orang mu`min dan jalan orang-orang mujrim ter-sebut. Inilah di antara urgensi memahami fiqh waqi`, yaitu memahami realitas kehidupan kaum muslimin serta kaum kafirin dan kaum munafiqin.
Imam Ibnu al-Qayyim rhm membagi 4 kelompok orang dalam masalah ini, yaitu:
1.     Kelompok orang yang mengetahui de-ngan jelas dan rinci jalannya kaum mu`-minin dan kafirin, baik secara ilmiyyah maupun secara faktual. Mereka adalah orang-orang yang paling berilmu.
2.     Kelompok orang yang amat buta tentang jalannya kaum mu`minin dan kaum ka-firin, secara rinci.
Mereka adalah orang-orang yang serupa dengan binatang ternak, bahkan lebih dekat kepada jalannya kaum mujrimin.
3.     Kelompok orang yang mengerahkan se-gala daya dan upayanya hanya untuk me-ngenal jalan kaum mu`minin, tanpa mau peduli dengan jalan kaum mujrimin.
Walaupun dia mengetahui jalan kaum mujrimin, akan tetapi hanya secara global. Dia hanya tahu bahwa yang menyelisihi jalan kaum mu`minin pasti batil, sekalipun dia tidak memahaminya secara rinci. Apa-bila dia mendengar sesuatu yang menye-lisihi jalan kaum mu`minin, dia tidak mau mendengarkan dan tidak menyibukkan diri untuk memahami dan mengetahui dengan lebih dalam sisi kebatilannya.
4.     Kelompok orang yang hanya mengenal dengan dalam tentang berbagai jalan ke-burukan, kebid`ahan dan kekufuran se-cara rinci, akan tetapi dia hanya mengenal jalan kaum mu` minin secara global. (al-Fawā’id: 257-259).           
/
sumber: Majalah As Silmi Edisi 3 (Yayasan Islam Al Huda Bogor)