Jumat, 12 September 2014

Imam Al Bukhori

BELAJAR SEJAK BELIA

Imam al-Bukhari رحمه الله memulai perjalanan ilmiahnya sejak dini. Beliau telah menghafalkan al-Qur'an semenjak kecil juga. Inilah salah satu faktor Allah عزّوجلّ mengilhamkan pada Muhammad bin Isma'il kecil untuk menyenangi menghafal hadits-hadits Nabi صلى الله عليه وسلم.
Imam al-Bukhari رحمه الله menceritakan, "Aku diberi ilham untuk menghafal hadits sejak aku masih di madrasah. Saat itu, usiaku sekitar 10 tahun, hingga aku keluar dari madrasah itu pada usia 10 tahun. Aku mulai belajar kepada ad-Dakhili dan ulama lainnya. Suatu saat, beliau membacakan satu hadits di hadapan orang-orang (dengan sanad dari) Sufyan, dari Abu Zubair dari Ibrahim. Maka aku berkata kepadanya, "Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan (hadits) dari Ibrahim". la pun menghardikku. Lantas aku berkata, "Coba telitilah kembali kitab aslinya". la pun memasuki rumah dan meneliti kembali, kemudian keluar dan bertanya, "Bagaimana penjelasannya wahai anak muda?". Aku menjawab, "(Yang dimaksud) adalah Zubair bin Adi dari Ibrahim..". Beliau lantas mengambil penaku dan mengoreksi kitabnya, seraya berkata, "Engkau benar".
Imam al-Bukhari رحمه الله juga pernah menceritakan, "Aku pernah belajar kepada para fuqaha Marw. Saat itu aku masih kanak-kanak. Jika aku datang menghadiri majlis mereka, aku malu mengucapkan salam kepada mereka. Salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, "Berapa banyak (hadits) yang telah engkau tulis?". Aku menjawab, "Dua (hadits)". Orang-orang yang hadir pun tertawa. Lalu salah seorang Syaikh berkata, "Janganlah kalian menertawakannya. Bisa jadi suatu saat nanti justru dia yang menertawakan kalian".
Demikianlah gambaran bakat keilmuannya telah tampak. Pada usia 16 tahun, beliau sudah menghafal kitab karangan Imam Waki' رحمه الله dan Ibnul Mubarak رحمه الله. Kemudian pada usia 17 tahun, beliau telah dipercaya oleh salah seorang gurunya Muhammad bin Salam al-Bikandi untuk mengoreksi karangan-karangannya.
Bersama Ibu dan saudaranya, pada usia 18 tahun, Muhammad bin Isma'il pergi haji ke Mekah. Beliau tetap bertahan di kota suci itu untuk meneruskan mendalami hadits bersama para Ulama di sana, sementara keluarga beliau pulang.
MENIMBA ILMU BERSAMA
LEBIH DARI SERIBU GURU

Pertama-tama, Imam al-Bukhari menimba ilmu dari Ulama setempat. Beliau berguru kepada Muhammad bin Salam al-Bikandi, Abdullah bin Muhammad bin 'Abdullah bin Ja'far bin Yaman al-Ju'fi al-Musnidi, dan ulama lainnya. Selanjutnya, beliau keluar dari kampung halamannya dan mengembara mendatangi banyak kota untuk memperdalam ilmu hadits.
Kota Balkh, Naisabur, Ray, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mekah, Madinah, Mesir, Syam, beliau datangi dalam rangka mencari dan mendatangi Syaikh-Syaikh mumpuni dalam bidang hadits. Tak pelak, Syaikh (guru) beliau pun berjumlah banyak, bahkan beliau sendiri yang menyatakan hal ini, "Aku menulis (hadits) dari seribu lebih syaikh. Dari setiap Syaikh itu, aku tulis sepuluh ribu riwayat bahkan lebih. Tidaklah ada hadits padaku kecuali aku sebutkan sanadnya (juga)". (Lihat as-Siyar:12/407, al-Bidayah 11/22)
Sebelum meninggal, Imam al-Bukhari رحمه الله pernah menyatakan, "Aku telah menulis (hadits) dari 1080 orang. Semuanya adalah ahlul hadits. Mereka semua meyakini, Iman adalah qaul dan amal, berrtambah dan berkurang'. (as-Siyar:12/395)
Kota Baghdad beliau masuki sampai delapan kali. Dan setiap memasukinya, beliau berjumpa dan berkumpul dengan Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله. Imam Ahmad menganjurkan beliau untuk bermukim di Baghdad saja, tidak di Khurasan.
Di antara nama Ulama besar yang menjadi guru beliau: Imam Ishaq bin Rahuyah, Imam Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Imam Abu Nu'aim Fadhl bin Dukain, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ali bin al-Madini, Imam Yahya bin Ma'in, Imam Makki bin Ibrahim al-Balkhi, Abdan bin Utsman, Imam Abu Ashim an-Nabil, Muhammad bin Isa ath-Thabba', Khalid bin Yazid al-Muqri" murid Imam Hamzah, dan masih banyak lagi.1
Tidak mengherankan bila jumlah guru beliau sangat banyak. Tampaknya jumlah guru yang besar ini disebabkan oleh dua faktor: (1) Imam al-Bukhari رحمه الله memulai perjalanan ilmiahnya sejak belia dan (2) banyak kota yang beliau datangi untuk tujuan yang mulia tersebut.


1.      Cukup banyak Ulama yang membukukan nama-nama guru Imam al-Bukhari dalam kitab khusus, di antaranya, Asami Syuyukhi al-Bukhari karya Hasan bin Muhammad ash-Shaghani, Tanqihu Rijali al-Bukhari karya Muhammad bin Yusuf al-Karmani, at-Ta'rif bi Syuyukhi al-Bukhari karya al-Hafizh Husain bin Muhammad al-Ghassani dan lainnya. DR. Badr al-'Ammasy menyebutkan 35 judul kitab dalam masalah ini. Lihat Asami man rawa 'anhum Muhammad bin Isma'il al-Bukhari, al-Hafizh Ibnu 'Adi al-Jurjani, tahqiq Badr bin Muhammad al-'Ammasy, hlm.46-53
KEKUATAN HAFALAN
IMAM AL-BUKARI

Kekuatan hafalan Imam al-Bukhari رحمه الله sudah terakui oleh para Ulama di masanya. Bahkan banyak yang menyampaikan kalau beliau langsung menghafal suaru kitab hanya dengan membacanya sekali saja.
Hasyid bin Isma'il pernah menceritakan, "Dahulu Abu Abdillah (Imam al-Bukhari) bersama kami mendatangi para guru Bashrah. Waktu itu ia masih belia, dan tidak (tampak) mencatat apa yang telah didengar. Hal itu berlangsung beberapa hari. Kami pun bertanya kepadanya, "Engkau menyertai kami mendengarkan hadits, tanpa mencatatnya. Apa yang kamu perbuat sebenarnya? Enam belas hari kemudian, Imam al-Bukhari رحمه الله akhirnya menjawab, 'Kalian telah sering bertanya dan mendesakku. Coba tunjukkanlah apa yang telah kalian tulis'. Maka kami mengeluarkan apa yang kami miliki yang berjumlah lebih dari 15 ribu hadits. Selanjutnya, ia menyebutkan seluruhnya dengan hafalan, sampai akhirnya kami membenahi catatan-catatan kami melalui hafalannya. Kemudian ia berkata, "Apa kalian sangka aku bersama kalian hanya main-main saja dan menyia-nyiakan hari-hariku?!" Maka, kami pun sadar, tidak ada seorang pun yang melebihinya'.1
Kehebatan hafalan beliau juga tampak ketika Ulama Baghdad mendengar akan kedatangan Abu 'Abdillah (Imam al-Bukhari) ke kota mereka. Dengan sengaja, mereka itu mempersiapkan seratus hadits dan kemudian menukar dan merubah matan dan sanadnya. Mereka menukar matan satu sanad dengan teks hadits yang lain, dan begitu sebaliknya. Setiap orang memegangi sepuluh hadits yang nantinya akan dilontarkan kepada Abu Abdillah sebagai bahan ujian kekuatan hafalannya.
Orang-orang pun berkumpul di dalam majlis. Orang pertama menanyakan kepada Imam al-Bukhari رحمه الله sepuluh hadits yang ia miliki satu persatu. Setiap kali ditanya, Imam al-Bukhari menjawab, sampai hadits yang kesepuluh, "Saya tidak mengenalnya (hadits itu dengan sanad yang disebutkan). Para Ulama yang hadir pun saling menoleh kepada yang lain dan berkata, "Orang ini (benar-benar) paham". Sementara orang yang tidak tahu tujuan majlis itu diadakan menilai Imam al-Bukhari رحمه الله sebagai orang yang lemah hafalannya.
Kemudian tampillah orang kedua, melakukan hal yang sama. Dan setiap kali mendengarkan satu hadits, beliau berkomentar sama, "Aku tidak mengenalnya". Selanjutnya tampil orang ketiga sampai orang terakhir. Dan komentar beliau pun" tidak lebih dari ucapan, 'Aku tidak mengenalnya".
Setelah semua selesai menyampaikan hadits-haditsnya, Imam al-Bukhari رحمه الله menoleh ke arah orang pertama seraya meluruskan, "Haditsmu yang pertama mestinya demikian, yang kedua mestinya demikian, yang ketiga mestinya demikian, sampai membenarkan hadits yang kesepuluh. Setiap hadits beliau satukan dengan matan-matannya yang benar. Beliau melakukan hal yang sama kepada para 'penguji' lainnya sampai pada orang yang terakhir. Akhirnya, orang-orang pun betul-betul mengakui akan kehebatan hafalan beliau.2
Di Samarkand, beliau pun menghadapi hal yang sama. Empat ratus ulama hadits menguji beliau dengan hadits-hadits yang sanad-sanad dan nama rijal (para perawi) yang telah dicampuradukkan, menempatkan sanad penduduk Syam ke dalam sanad penduduk Irak, meletakkan matan hadits bukan pada sanadnya. Lantas, mereka membacakan hadits-hadits dan sanad-sanadnya yang sudah campur-aduk ini ke hadapan Imam al-Bukhari رحمه الله. Dengan sigap, beliau mengoreksi semua hadits dan sanad itu dan menyatukan setiap hadits dengan sanadnya yang benar. Para Ulama yang menyaksikan itu, tidak mampu menjumpai satu kesalahan dalam peletakan matan maupun penempatan posisi para perawi. (Lihat as-Siyar 12/411, al-Bidayah 11/22)
Dua kejadian ini sudah sangat cukup menjadi petunjuk akan kekuatan dan kekokohan daya ingat Imam al-Bukhari رحمه الله, sebab tanpa persiapan sedikit pun dan tidak mengetahui apa yang akan ia hadapi , ternyata beliau mampu melewati 'ujian' tersebut.
Abu Ja'far pernah menanyakan kepada Abu Abdillah, "Apakah engkau hafal seluruh (riwayat) yang engkau masukkan dalam kitabmu?". "Tidak ada yang kabur pada (hafalan)ku seluruhnya". (As-Siyar:12/403)
Abu Abdillah pernah bercerita tentang dirinya, "(Suaru ketika) aku mengingat-ingat murid Anas. Dalam sekejap 300 orang terbetik dalam ingatanku".
Mengenai cara menghasilkan daya ingat yang kuat, beliau tidak memandang adanya makanan atau minuman yang perlu dikonsumsi seseorang untuk menguatkan hafalannya. Kata beliau:
لاَأَعْلَمَ شَيْئًا أَنْفَعَ لِلْحِفْظِ مِنْ نَهْمَةِ الرَّجُلِ وَمُدَاوَمَةِ النَّظَرِ
Aku tidak mengetahui sesuatu yang lebih bermanfaat (menguatkan) hafalan daripada keinginan kuat seseorang dan sering menelaah (tulisan).3


1.      as-Siyar.12/407
2.      Lihat hlm.62-63, Siyar 12/409, al-Bidayah wan Nihayah:11/22
3.      as-Siyar, 12/406
   



COPYLEFT 1434H
Ibnu Majjah 4 Ummat Muslim



0 komentar:

Posting Komentar