Sabtu, 27 Agustus 2011

Syaikhul islam berkata tentang ghibah


Sebagian manusia ada yang menggunjing karena menyesuaikan diri dengan teman-temannya, para shahabat dan keluarganya, meskipun dia mengetahui bahwa orang yang digunjingkan itu bebas dari segala yang mereka katakan. Tetapi dia menganggap bahwa seandainya dia mencegah mereka, niscaya forum tersebut akan bubar dan pesertanya merasa keberatan serta menjauhinya. Karena itu ia melihat bahwa menyesuaikan dengan mereka merupakan pergaulan dan persahabatan yang baik. Kadangkala mereka marah lalu ia pun marah karena kemarahan mereka, kemudian ia larut bersama mereka.
Sebagian mereka ada yang membuat gunjingan dalam berbagai kedok. Sekali tempo dengan kedok agama dan kesholihan, semisal ia berkata, “Bukan kebiasaanku menyebut seseorang melainkan kebaikannya. Saya tidak suka menggunjing dan tidak pula suka berdusta. Tetapi saya hanya memberitahukan kepada kalian mengenai perihalnya.” Katanya lagi, “Demi Allah, dia miskin atau orang yang baik, tetapi dalam dirinya terdapat demikian dan demikian.” Adakalahnya dia mengatakan, “Jauhkan diri kita darinya; semoga Allah mengampuni kita dan dia.” Padahal niatnya hanyalah menilai kekuarangannya dan menghancurkan martabatnya. Mereka membuat ghibah dalam berbagai kedok agama dan keshalihan untuk menipu Allah dengan cara itu, sebagaimana mereka menipu makhluk. Dan kita melihat mereka melakukan berbagai ragam perbuatan ini dan sejenisnya.

Di antara mereka ada yang mengangkat orang lain karena pamrih, lalu ia mengangkat dirinya. Ia mengatakan, “Seandainya aku berdo’a tadi malam dalam sholatku untuk si fulan, tentu tidak akan sampai kepadaku berita tentang dia demikian dan demikian.” Tujuannya untuk mengangkat dirinya dan merendahkan orang lain di sisi orang yang mempercayainya. Atau mengatakan, “Si fulan ini berotak dungu dan kurang faham.” Tujuannya ialah memuji dirinya, menghukumkan keilmuannya dan bahwa dirinyalah yang lebih baik.
Di antara mereka ada yang menggunjing karena kedengkian. Jadi ia mengumpulkan dua keburukan; ghibah dan hasad. Jika ia memuji seseorang, maka ia segera menghilangkan pujian tersebut darinya dengan celaan yang mampu dilakukannya, dalam kedok keagamaan dan kesholihan atau dalam bentuk kedengkian, kedurhakaan dan celaan untku menjatuhkan martabatnya.
Di antara mereka ada yang membuat gunjingan dalam bentuk olok-olok dan permainan agar orang lain tertawa karena olok-olok dan banyolannya serta meremehkan orang yang diperolok-olok tersebut.
Di antara mereka ada yang menyamarkan gunjingan dalam bentuk keheranan, misalnya ia mengatakan, “Aku heran dengan si fulan mengapa ia tidak mengerjakan demikian dan demikian?! Aku juga heran terhadap si fulan mengapa perbuatan demikian dilakukannya? Bagaimana ia melakukan demikian dan demikian?” Ia menyebut namanya dalam sindiran keheranan.
Di antara mereka ada yang menunjukkan kasihan. Misalnya ia berkata, “Kasihan si fulan. Menyedihkanku ap ayang telah menimpanya.” Orang yang mendengarnya menyangka bahwa ia kasihan kepadanya, padahal hatinya mendo’akan supaya dia celaka. Seandainya dia mampu, niscaya ia menambah penderitaan yang menimpanya. Kadangkala dia menyebutkan perihalnya kepada para musuhnya supaya mereka mencelakakannya. Ini dan selainnya merupakan penyakit hati yang paling kronis dan merupakan bentuk penipuan kepada Allah dan makhluk-Nya.
Di antara mereka ada yang menampakkan ghibah dalam bentuk kemarahan dan mengingkari kemungkaran. Kemudian nampak dalam bagian ini hal-hal yang sarat ucapan yang indah tetapi tujuannya selain yang ia tampakkan. Wallahul musta’an.
[Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Amar ma’ruf nahi mungkar wal wilayah]

0 komentar:

Posting Komentar