Rabu, 24 Agustus 2011

Wadi, Madzi, Mani Bisakah Anda Membedakannya?


Pembahasan tentang hal ini adalah sangat penting, karena berkaitan erat dengan thaharah/kesucian seorang muslim yang kesempurnaannya merupakan sebab terpenuhinya salah satu syarat sahnya shalat.

Banyak di antara kaum muslimin yang belum mampu membedakan ketiga hal ini. Sehingga mereka terkadang bertindak berlebihan dalam berthaharah. Mereka pun sering merasa was–was yang ditiupkan oleh syaithan, sehingga apapun dari cairan yang mereka dapati di sekitar kemaluan, mereka langsung mandi, padahal boleh jadi ia tidak harus mandi.

Oleh karena itu, kami menuliskan pembahasan mengenai perbedaan cairan wadi, madzi dan mani kepada para pembaca sekalian. Semoga dapat memberikan pencerahan.

Berikut rincian perbedaan yang mendasar dari cairan – cairan tersebut .

Definisi dari ketiga cairan di atas, yang dari definisi tersebut bisa dipetik sisi perbedaan di antara ketiganya :

1.    Wadi :
Cairan tebal berwarna putih yang keluar setelah buang air kecil atau saat mengejan setelah buang air kecil/besar, atau setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan, misalnya berolahraga berat. Wadi adalah najis berdasarkan kesepakatan para ulama sehingga dia wajib untuk dicuci. Dia juga merupakan pembatal wudhu sebagaimana kencing dan madzi.
Berdasarkan hadits dari sahabat Ibnu 'Abbas   , beliau berkata : “.. Adapun mani maka mewajibkannya mandi, adapun wadi dan madzi maka ia ( Rasulullah ) berkata : Cucilah dzakarmu kemudian berwudhulah sebagaimana wudhumu ketika hendak sholat." (HR Baihaqi dan disahihkan Al Albani dalam kitab sahih sunan abu dawud (190)).

2.    Madzi:
Cairan tipis dan lengket, yang keluar ketika munculnya syahwat, baik ketika bermesraan dengan wanita, saat pendahuluan sebelum jima’, atau melihat dan mengkhayal sesuatu yang mengarah kepada jima’. Keluarnya tidak terpancar dan tubuh tidak menjadi lelah setelah mengeluarkannya. Terkadang keluarnya tidak terasa.

Madzi juga najis berdasarkan kesepakatan para ulama, sebagaimana dinukilkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam al-Majmu’.

Berdasarkan hadits dari sahabat ‘Ali   ketika beliau menyuruh seorang shahabat, Miqdad ibnul Aswad  , untuk menanyakan tentang madzi ini kepada Rasulullah . Dan beliau  menjawab :
اِغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ
“Cucilah kemaluanmu dan berwudhulah kamu.” (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303).

Ibnu Daqiq al-‘Id rahimahullah mengatakan dalam Ihkamul Ahkam : “Dari hadits ini diambil dalil tentang najisnya madzi, di mana Rasulullah   memerintahkan untuk mencuci kemaluan yang terkena madzi tersebut.”

Satu hal yang perlu kita ketahui, madzi ini menimpa laki-laki maupun wanita, namun lebih sering dan kebanyakan terjadi pada wanita seperti yang dikatakan Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim.

3.    Mani:
Cairan tebal yang baunya seperti adonan tepung, keluar dengan terpancar sehingga terasa keluarnya, keluar ketika jima’ atau ihtilam (mimpi jima’) atau onani -wal ‘iyadzu billah-, dan tubuh akan terasa lelah setelah mengeluarkannya.

Berhubung karena definisi wadi telah  jelas ; kapan waktu keluarnya sehingga mudah dikenali, begitu pula sifat cairannya, maka berikut kesimpulan perbedaan antara mani dan madzi secara ringkas (lihat tabel) :

Tabel Perbedaan Mani dan Madzi
Unsur PerbedaanMani  Madzi
Najis  Tidak  Ya
Hadats BesarKecil
Cara Bersuci  Mandi JunubWudhu
Sifat CairanTebal/KentalTipis
Bau  BerbauTidak Berbau
Keluarnya  TerpencarTerpencar
Rasa Saat KeluarnyaTerasaKadang Terasa/Kadang Tidak
Keadaan Tubuh Setelah KeluarnyaMelemahTidak Melemah
Karenanya jika seseorang mendapati ada cairan di celananya, utamanya ketika bangun di pagi, maka hendaknya dia perhatikan ciri-ciri cairan tersebut, berdasarkan keterangan di atas.

Jika dia mani maka silahkan mandi, tapi jika hanya madzi maka hendaknya cukup mencuci kemaluannya dan berwudhu. Berdasarkan hadits Ali  terdahulu. Hal ini berlaku baik bagi laki – laki maupun perempuan.

Anas bin Malik   berkata : “Bahwasanya Ummu Sulaim pernah bercerita bahwa dia bertanya kepada Nabi  tentang wanita yang bermimpi (bersenggama) sebagaimana yang terjadi pada seorang lelaki. Maka Rasulullah  bersabda, "Apabila perempuan tersebut bermimpi keluar mani, maka dia wajib mandi." Ummu Sulaim berkata, "Maka aku menjadi malu karenanya". Ummu Sulaim kembali bertanya, "Apakah keluarnya mani memungkinkan pada perempuan?" Nabi  bersabda, "Ya (wanita juga keluar mani, kalau dia tidak keluar) maka dari mana terjadi kemiripan (anak dengan ibunya)? Ketahuilah bahwa mani lelaki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani perempuan itu encer dan berwarna kuning. Manapun mani dari salah seorang mereka yang lebih mendominasi atau menang, niscaya kemiripan terjadi karenanya." (HR. Muslim no. 469).

Imam An-Nawawi  rahimahullah berkata dalam Syarh Muslim (3/222), "Hadits ini merupakan kaidah yang sangat agung dalam menjelaskan bentuk dan sifat mani, dan apa yang tersebut di sini itulah sifatnya di dalam keadaan biasa dan normal. Para ulama menyatakan : Dalam keadaan sehat, mani lelaki itu berwarna putih pekat dan memancar sedikit demi sedikit di saat keluar. Biasa keluar bila dikuasai dengan syahwat dan sangat nikmat saat keluarnya. Setelah keluar dia akan merasakan lemas dan akan mencium bau seperti bau mayang kurma, yaitu seperti bau adunan tepung.

Lanjut beliau, warna mani bisa berubah disebabkan beberapa hal di antaranya :

Sedang sakit, maninya akan berubah cair dan kuning, atau kantung testis melemah sehingga mani keluar tanpa dipacu oleh syahwat, atau karena terlalu sering bersenggama sehingga warna mani berubah merah seperti air perahan daging dan kadangkala yang keluar adalah darah.”.

Tambahan :

1.   Mandi junub hanya diwajibkan saat ihtilam (mimpi jima’) ketika ada cairan yang keluar. Adapun jika dia mimpi tapi tidak ada cairan yang keluar maka dia tidak wajib mandi. Berdasarkan hadits Abu Said Al-Khudri   secara marfu’:

إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ

Artinya : “Sesungguhnya air itu hanya ada dari air.” (HR. Muslim no. 343)

Maksudnya : Air (untuk mandi) itu hanya diwajibkan ketika keluarnya air (mani).

2. Mayoritas ulama mempersyaratkan wajibnya mandi dengan adanya syahwat ketika keluarnya mani dalam keadaan terjaga. Artinya jika mani keluar tanpa disertai dengan syahwat misalnya karena sakit atau cuaca yang terlampau dingin atau yang semacamnya- maka mayoritas ulama tidak mewajibkan mandi junub darinya. Berbeda halnya dengan Imam Asy-Syafi’i dan Ibnu Hazm yang keduanya mewajibkan mandi junub secara mutlak bagi yang keluar mani, baik disertai syahwat maupun tidak.

Demikian sekilas penjelasan hukum dalam masalah ini.
Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar