TERPECAH… YANG BENAR HANYALAH
SATU
1. Alloh adalah satu-satunya Robb (Tuhan) yang benar,
dan Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Tetapi pada zaman kita sekarang
ini, kita dapati “banyak Islam”. Berdasarkan prinsip asasi bahwa Islam yang benar
hanyalah satu, maka di antara yang banyak itu, hanya satu Islam yang
benar-benar Islam dan murni.
Alloh telah menegaskan bahwa jalan-Nya hanyalah satu sirot, dan bukan
subul (banyak jalan).
﴿¨br&ur
#x»yd
ÏÛºuÅÀ
$VJÉ)tGó¡ãB
çnqãèÎ7¨?$$sù
( wur
(#qãèÎ7Fs?
@ç6¡9$#
s-§xÿtGsù
öNä3Î/
`tã
¾Ï&Î#Î7y
4 öNä3Ï9ºs
Nä38¢¹ur
¾ÏmÎ/
öNà6¯=yès9
tbqà)Gs?﴾
“Dan
bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah sirotulmustaqim
(jalan-Ku yang lurus), maka
ikutilah jalan ini, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalannya. Demikianlah
wasiat Alloh kepada kalian agar kalian bertakwa.” (QS. al-An’am [6]: 153)
2. Selain Islam yang benar lagi
murni, maka tidak akan dapat menyampaikan kepada keridoan Alloh . Semakin bertambah kekurangmurnian
Islam pada diri seseorang, maka semakin bertambah terancam pula tujuannya dalam
mendapatkan keridoan Alloh yang mutlak. Semakin bertambah ketidakmurnian
keislaman seseorang, maka semakin bertambah pula kejauhannya dari Alloh . Ini semua terjadi ketika
kekurangmurnian keislaman seseorang masih dalam lingkaran umum Islam. Tetapi
ketika ketidakmurnian terus melebar, hal ini bisa mengantarkan seseorang kepada
kekafiran.
3. Umat ini akan terpecah menjadi banyak golongan. Dan memang sudah
terpecah! Namun hanya satu yang benar,
dan yang lain salah! Hanya satu yang akan
selamat dari api neraka,
sedangkan yang lain akan memasuki neraka terlebih dahulu!
(( لَتَفْتَرِقَنَّ
أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ
وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي
النَّارِ. قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ الله،ِ مَنْ هُمْ؟ قَالَ: اَلجَمَاعَةُ ))
“Sesungguhnya umatku akan
berpecah-belah menjadi 73 golongan. Satu golongan di dalam surga dan 72
golongan di dalam neraka. Ditanyakan kepada beliau: ‘Siapakah mereka (yang satu
golongan) itu wahai Rosululloh?’, maka beliau menjawab: ‘al-Jama’ah.” (HR.
Ibnu Majah, Ibnu Abi ‘Ashim
dan al Lalika’i)
(( وَإِنَّ بَنِىْ إِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ
عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً، وَسَتَفْتَرِقُ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثٍ
وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ وَاحِدَةً. قَالُوا: مَنْ هِيَ
يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَنْ كَانَ عَلىَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي ))
“Sesungguhnya Bani Israil telah berpecah-belah
menjadi 72 kelompok keagamaan, dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73
kelompok keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka, kecuali satu kelompok.
Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Siapakah satu kelompok itu wahai Rosululloh?’,
maka beliau menjawab: ‘Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku.”
(HR. Tirmidzi, Hakim
dan al Lalika’i)
Dari
penjelasan tersebut di atas, gugurlah teori Pluralisme di dasar Jahannam yang paling
dalam!
Yang benar hanya satu!
Maka sangat wajiblah bagi kita
untuk mempelajari yang satu tersebut dan menghindar dari yang lainnya!
4.
A. Arti Iftiroq
(perpecahan).
Arti dari iftiroq
atau perpecahan dalam konteks ini adalah meninggalkan garis lurus
sirotulmustaqim dan mengikuti garis-garis sesat yang banyak dan
bercabang-cabang.
Dengan
kata lain, iftiroq
berarti memilih jalan-jalan lain (alternatif) dalam memahami dan menerapkan Islam,
selain dari jalan Rosululloh dan para sahabatnya. Mereka “menolak”, baik
sengaja ataupun tidak manhaj ittiba’, yaitu jalan pengikutan kepada
Rosululloh .
5.
B. Sebab-Sebab Penyimpangan.
Sebab utama dari
perpecahan tersebut adalah karena hawa nafsu dan kejahilan (kebodohan)
Pengikutan kepada hawa nafsu (terutama hawa nafsu berpendapat) dan kejahilan,
telah menimbulkan sebab-sebab perpecahan lainnya yang banyak sekali.
C. Sejarah Awal Perpecahan.
6.
Firoq dollah berarti golongan-golongan yang sesat, dalam arti salah memilih jalan
dalam menempuh Islam. Kesesatan bisa berarti bid’ah dan juga bisa berarti
kekafiran.
Tetapi dalam
konteks ini, yang dimaksud dengan kesesatan adalah bid’ah, yaitu salah memilih
jalan dalam meniti Islam. Yang seharusnya mereka memilih jalan yang telah
ditempuh oleh Rosululloh dan para
sahabatnya, yaitu jalan Sunnah, tetapi mereka malah memilih jalan lainnya yang
tercampur padanya hal-hal yang bukan berasal dari Sunnah Rosululloh . Adapun mereka yang sudah keluar dari Islam, maka walaupun mereka
adalah golongan-golongan sesat pada umumnya, tetapi mereka bukanlah orang-orang
yang dimaksud dalam pembahasan ini. Seperti yang dikabarkan oleh Rosululloh dalam
hadits-hadits yang lalu, bahwa firqoh dollah tersebut akan bermunculan sampai bilangannya
mencapai 72 (tujuh puluh dua) golongan.
7.
Begitulah yang mulai terjadi
pada masa-masa terakhir khulafa’urrosyidin (empat kholifah yang mendapat petunjuk).
Walaupun bibit-bibit furqoh (perpecahan) dan firoq (kelompok-kelompok) sudah
mulai bersemi sebelum kekhilafahan ‘Ali bin Abi Tolib ,
akan tetapi munculnya golongan sesat pertama yang mengkristal sebagai
sebuah kelompok, baru terjadi pada zaman kekhilafahan beliau. ‘Ali bin Abi
Tolib diangkat
menjadi kholifah setelah terbunuhnya kholifah ‘Utsman bin ‘Affan di
tangan segerombolan ahlul fitnah pada tahun 35 H. Ketika itu terjadilah
perselisihan pendapat tentang cara penyelesaian bagi kasus pembunuhan tersebut,
antara ‘Ali bin Abi Tolib sebagai
kholifah dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan , yang pada waktu itu menjabat
sebagai gubernur Syam (Syiria dan sekitarnya). Perselisihan tersebut bertambah
runcing hingga terjadi peperangan di antara kedua pihak. Manhaj Ahlus Sunnah
dalam hal perselisihan di antara para sahabat adalah tidak mencampuri apa-apa
yang terjadi di antara mereka, bahkan kita harus mendoakan kebaikan bagi mereka
semua.
8.
Dalam suatu
pertempuran antara pendukung ‘Ali bin Abi Tolib dan
pendukung Mu’awiyah , terjadi suatu kesepakatan untuk
berunding menyelesaikan masalah tersebut dengan damai. Maka diangkatlah dari
setiap pihak seorang hakim untuk menerapkan hukum Alloh dalam menyelesaikan masalah yang pelik ini. Di
sinilah munculnya firqoh sesat pertama yang keluar dari jalan Sunnah dan keluar
dari Jama’ah kaum muslimin. Firqoh ini dinamakan Khowarij, yang berarti
orang-orang yang keluar. Mereka keluar dari Sunnah dan Jama’ah, tidak lagi
sebagai bagian dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah, ketika mereka memahami masalah
yang ada dari dalil al-Qur’an tentangnya bukan dengan manhaj Ahlus Sunnah.
Mereka menyatakan bahwa dengan mengangkat seorang hakim, ‘Ali bin Abi Tolib telah
memberi hak tasyri’ (membuat hukum) kepada makhluk, yang berarti suatu
kesyirikan yang nyata. Maka mulailah mereka mengkafirkan ‘Ali bin Abi Tolib dan
para sahabat pendukungnya. Pada hakikatnya kedua hakim tersebut tidak diberi
mandat untuk membuat suatu hukum, tetapi hanya diangkat untuk menghakimi kedua
pihak dengan hukum Alloh . Sebenarnya masalah pengangkatan kedua
hakim tersebut sangat sederhana dan dapat dipahami dengan mudah. Oleh karena
itu, selain karena kebodohan yang nyata pada mayoritas mereka (kaum Khowarij
pada waktu itu), disinyalir pula ada niat buruk dari sebagian pemimpin mereka
yang menggerakkan keluarnya mereka dari jama’atul muslimin. Ketika mereka
keluar dan berkumpul di suatu tempat yang dikenal dengan nama Haruro (dari
tempat ini pula mereka dinamakan haruriyin), bertambah luaslah kesesatan mereka
dengan adanya saling isi-mengisi kesesatan di antara mereka. Setelah melalui
waktu yang cukup panjang dan dari kurun ke kurun, manhaj ini pun mulai
berkembang dan mencakup hampir seluruh segi agama.
9.
Di antara kesalahan yang
termasyhur dari manhaj Khowarij adalah pengkafiran para pelaku dosa besar.
Sebagai reaksi dari kesalahan ini (paham Khowarij), muncullah pemahaman yang
menolak hubungan antara amal dan kekufuran. Manhaj ini dinamakan manhaj irja’
(penganutnya dinamakan Murji’, pluralnya adalah Murji’ah), mereka menyatakan
bahwa iman seseorang tidak berkaitan dengan amal. Jadi bagaimanapun buruknya
perbuatan seseorang, orang itu tidak akan menjadi kafir selama di dalam hatinya
masih ada kepercayaan dan lisannya masih mengucapkan dua kalimat syahadat. Kedua
kelompok tadi enggan mengikuti manhaj sahabat yang pada waktu itu banyak yang
masih hidup, maka sesatlah mereka.
10.
Pada waktu
bersamaan dengan munculnya Khowarij, benih-benih Syi’ah sebenarnya sudah ada.
Bahkan penggagas firqoh Syi’ah, ‘Abdulloh bin Saba’ seorang Yahudi yang
pura-pura masuk Islam, sudah bekerja di bawah tanah dengan gigih di masa
khilafah ‘Utsman bin ‘Affan . Yahudi inilah yang menjadi
pemimpin gerakan pembunuhan terhadap ‘Utsman . Firqoh Syi’ah yang dicetuskan oleh ‘Abdulloh
bin Saba’ adalah firqoh sesat yang kesesatannya sampai pada taraf kesyirikan,
yaitu dengan menuhankan ‘Ali bin Abi Tolib . Sedangkan firqoh-firqoh Syi’ah
yang pada akhirnya seakan-akan berkembang dengan merayap, pada mulanya hanya
terbatas pada sikap mengutamakan ‘Ali bin Abi Tolib atas
Abu Bakar dan
‘Umar . Hal ini bertentangan dengan
manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menetapkan urutan afdoliyah
(keutamaan) mereka sama persis seperti urutan kekilafahan mereka. ‘Ali bin Abi
Tolib sendiri
sebagai salah satu pelopor Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menyetujui tentang
lebih diutamakannya beliau atas Abu Bakar dan ‘Umar , bahkan beliau akan menghukum cambuk
orang-orang yang berpendirian demikian. Hingga batas pemahaman seperti ini,
Syi’ah pada waktu itu hanya sebagai suatu kelompok politik yang mendukung
kholifah ‘Ali bin Abi Tolib dan
anak-anak keturunannya. Arti kata Syi’ah sendiri adalah pendukung. Tetapi
kesalahan pemahaman yang kelihatannya sepele ini kemudian mulai mengembang
sampai pada kesesatan yang sangat mengerikan bahkan pada banyak
kelompok-kelompok Syi’ah, ada yang sampai pada kekufuran yang nyata sekali.
11.
Kemudian
setelahnya, bermunculanlah firqoh-firqoh sesat lain yang menyandarkan manhaj
mereka kepada produk-produk akal mereka dan filsafat Yunani serta menjauhkan
diri dari manhaj sahabat yang mulia.
12.
Di waktu yang sama, sahabat dan
para pengikut mereka yang setia, yaitu tabi’in dan tabi’ut-tabi’in pun senantiasa
gigih mendakwahkan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak ada satu pun dari
sahabat yang masuk ke dalam salah satu firqoh-firqoh tersebut. Istilah Ahlus
Sunnah, pengikutan pada sunnah dan yang semisalnya, sebelum itu pun sudah
menjadi istilah resmi di antara para penuntut ilmu. Tetapi tidak dimaksudkan
sebagai firqoh tersendiri dalam tubuh kaum muslimin, sebab seluruh kaum
muslimin pada waktu itu adalah Ahlus Sunnah. Tetapi ketika firqoh-firqoh yang
meninggalkan manhaj Sunnah dan keluar dari Jama’ah mulai bermunculan, maka
salafussoleh pun memakai nama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai identitas resmi
dan nama bagi firqotunnajiyah (golongan selamat), golongan yang senantiasa
komitmen dalam mengikuti jejak Rosululloh dan para
sahabatnya.
13.
Sebab utama
dari penyimpangan firoq dôllah pada waktu itu sebenarnya berakar pada dua hal,
yaitu:
1.
Tidak mengikuti metode sahabat
dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah.
2.
Berpedoman kepada sumber-sumber
lain selain kepada al-Kitab (al-Qur’an) dan as-Sunnah dalam mengambil
hukum-hukum Islam, seperti bersandar kepada akal, mimpi, filsafat dan
lain-lainnya.
Kedua
sebab tersebut dilahirkan oleh hawa nafsu dan kejahilan (kebodohan), yang
kemudian bercabang menjadi sebab-sebab yang banyak.
0 komentar:
Posting Komentar