Pembaca yang budiman,
pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang makna sunnah Rosululloh .
Pembaca yang budiman, Sunnah secara bahasa adalah jalan atau cara,
sehingga sunnah nabi secara bahasa berarti jalan atau cara Nabi di dalam menjalankan
perkara agama.
Ibnu Rajab menjelaskan, bahwa
yang dimaksud dengan As Sunnah pada asalnya adalah jalan
yang ditempuh, dan itu meliputi sikap berpegang teguh dengan apa yang dijalani
oleh Nabi dan para khalifahnya baik dengan keyakinan, amalan, maupun ucapan. Dan
inilah makna As Sunnah secara sempurna. Itulah yang di maksud dengan Sunnah
dalam pembahasan kita kali ini, sedangkan sunnah menurut ahli fikih yaitu, ketika dikerjakan
mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak menjadi masalah, tetapi itu bukan
sunnah yang dimaksud.
Disebutkan dalam hadits Nabi bersabda:
عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِيْ وَ سُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ …
“Wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para
Al Khulafaa’ Ar Rasyidiin …” (Hadits ini Shahih riwayat Ahmad, Abu Dawud dan At
Tirmidzi)
Pembaca yang budiman yang budiman, As-Sunnah mungkin sebuah
istilah yang kerap kita mendengar dan mengucapkannya. Karena memang sunnah
merupakan landasan hidup kita, sebagai penganut ajaran Islam. Kita semua
sepakat untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan Sunnah, dan bersepakat pula
bahwa yang merendahkannya berarti menghinakan Islam dan ajaran Nabi .
Namun Pembaca yang budiman, jika kita menengok realita yang
ada, apa yang dilakukan kaum muslimin dalam menyikapi Sunnah Nabi, nampaknya
sudah jauh dari yang semestinya. Bahkan keadaannya sangat parah. Tidak
tanggung-tanggung, di antara mereka ada yang menolak dengan terang-terangan
Sunnah yang tidak mutawatir, dan mengatakan hadits ahad bukan hujjah dalam
masalah akidah.
Ada pula yang menolak dan mengingkari Sunnah Nabi secara total, dengan
berkedok mengikuti Al Qur’an saja. Padahal Al Qur’an tidak mungkin dipisahkan
dari Sunnah. karena Al Qur’an memerintahkan untuk mengambil apa saja yang
datang dari Nabi yaitu Sunnahnya.
Imam Abu Qilabah berkata: “Jika kamu
ajak bicara seseorang dengan menyebutkan Sunnah kepadanya lalu dia mengatakan,
‘Tinggalkan kami dari ini maksudnya adalah penyebutan sunnah, dan sebutkan pada
kami Kitabullah maksudnya adalah Al Qur’an saja.’ Maka ketahuilah bahwa dia
adalah orang yang sesat.”
Dan Pembaca yang budiman, Bentuk yang lebih parah dari
‘sekedar’ menolak adalah mengolok-olok Sunnah dan mengolok-ngolok orang-orang
yang mencoba berjalan di atasnya. Ada pula yang dengan terang-terangan menolak
hadits Nabi karena dinilai tidak sesuai dengan akal, karena menyangka bahwa
hadits tersebut tidak sesuai dengan realita
zaman.
Sangat disayangkan sekali sikap-sikap tersebut, bahkan
sikap-sikap tersebut justru sering dimiliki oleh orang-orang yang menjadi
panutan ataupun mereka berjalan dikancah dakwah. Padahal kita ketahui, lisan
mereka juga mengatakan bahwa kita wajib mengagungkan Sunnah.
Mengagungkan Sunnah adalah perkara yang besar dan bukan
sekedar isapan jempol. Ia butuh bukti nyata dan praktek dalam kehidupan sehari.
Namun kini keadaannya justru sebaliknya, banyak orang menolaknya, banyak orang
mengabaikannya bahkan mengolok-ngoloknya,
Padahal Alloh berfirman dalam surat
Al-Hasyr ayat 7 yang artinya:
“Dan apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka
lakukanlah, sedang apa yang beliau larang darinya maka berhentilah.”
Alloh juga berfirman,
“Barangsiapa yang menaati Rasul berarti ia telah menaati Alloh.” (Qur’an surat
an-Nisa’ayat 80).
Juga dalam firman-Nya yang lain, “Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila
Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, dengan sesat yang nyata.” QS. Al
Ahzab: 36).
Ketiga ayat tersebut menunjukkan secara tegas bagaimana
semestinya kita menempatkan Sunnah Nabi , yakni wajib mengambilnya dan merupakan keharusan yang
tidak ada tawar-menawar lagi. Kemudian menjadikan Sunnah tersebut sebagai
pedoman dalam melangkah dan melakukan ketaatan kepada Alloh. Oleh karena itu Alloh
menjadikan Nabi-Nya
sebagai penjelas dan penjabar Al Qur’an, bukan sekedar menyampaikan atau
membacakannya secara lafadz saja, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar engkau terangkan
kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.” QS. An-Nahl: 44
Demikian pula Rosululloh bersabda yang artinya:
‘Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Alloh , mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun yang memimpin
kalian adalah seorang budak, karena sesungguhnya barangsiapa yang hidup
sepeninggalku ia akan melihat perbedaan yang banyak, maka disaat seperti itu
wajib atas kalian bepegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah para Al Khulafa’ Ar
Rasyidin, gigitlah dengan gigi-gigi geraham kalian dan jauhilah perkara-perkara
yang baru (bid’ah) karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” (Hadits Shahih
riwayat Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Pembaca yang budiman yang budiman, Abu Bakar Ash Shiddiq juga mengatakan:
“Tidaklah suatu amalan pun yang dilakukan oleh Rosululloh , kecuali pasti saya juga melakukannya dan saya takut jika
saya tinggalkan sesuatu darinya lalu saya sesat.”
Abu Bakar, Orang yang paling jujur saja, sangat khawatir
terhadap dirinya untuk tersesat jika menyelisihi sesuatu dari jalan Nabi
salallohu’alaihi wasallam. Maka bagaimana jadinya dengan sebuah zaman yang
penduduknya mengolok-olok Nabi mereka dan perintah-perintahnya, bahkan
berbangga dengan menyelisihi dan mengolok-olok ajarannya. Naudzubillah.
Maka sangat mengherankan kalau seseorang tahu Sunnah, lalu
meninggalkannya dan mengambil pendapat yang lain sebagaimana dikatakan oleh Al
Imam Ahmad : “Saya merasa heran terhadap sebuah kaum yang tahu sanad
hadits dan keshahihannya kemudian memilih pendapat seseorang, padahal Alloh berfirman:, Maka
hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa
fitnah atau tertimpa adzab yang pedih (QS. An-Nur: 63). dan Tahukah kalian apa
arti fitnah tersebut? Fitnah tersebut adalah syirik.”
Demikian pula pada suatu kesempatan Imam Asy Syafi’i ditanya tentang
sebuah masalah, maka beliau mengatakan bahwa dalam masalah ini diriwayatkan
demikian, dan demikian dari Nabi. Maka si penanya mengatakan: “Wahai Imam Asy
Syafi’i, apakah engkau berpendapat sesuai dengan hadits tersebut?” Maka beliau
langsung gemetar lalu mengatakan, “Wahai, bumi mana yang akan membawaku dan
langit mana yang akan menaungiku, jika aku meriwayatkan hadits dari Nabi,
kemudian aku tidak memakainya?! Tentu, hadits itu di atas Pembaca yang budimanan
dan penglihatanku (yang aku junjung tinggi).”
Dan dalam kesempatan lain beliau ditanya dengan pertanyaan
yang mirip, lalu beliau gemetar dan menjawab,: “Apakah engkau melihat aku
seorang Nasrani?, Apakah kau melihat aku keluar dari gereja?, Ataukah engkau
melihat aku memakai ikat di tengah badanku (yang biasa orang Nasrani memakainya)?
Saya meriwayatkan hadits dari Nabi lalu saya tidak mengambilnya sebagai
pendapat saya?!”.
Kemudian Pembaca yang budiman, Rosululloh bersabda:
“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran,
kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan
Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Seseorang
bertanya: “Limapuluh dari mereka wahai Rosululloh?” Rosululloh menjawab:
“Pahala limapuluh dari kalian.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Pembaca yang budiman yang budiman, Selama seseorang berada
di atas Sunnah Nabi , maka dia tetap berada di atas istiqamah. Sebaliknya, jika
tidak demikian berarti ia telah melenceng dari jalan yang lurus sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Umar :, “Manusia tetap berada di atas jalan yang lurus selama
mereka mengikuti jejak Nabi .”
Urwah juga mengatakan:
“Mengikuti Sunnah-Sunnah Nabi adalah tonggak penegak agama.”
Kemudian Ibnu Sirin juga mengatakan:,
“Dahulu mereka mengatakan:, selama seseorang berada di atas jejak Nabi maka dia
berada di atas jalan yang lurus.” Oleh karena itu, Alloh berfirman:
وَإِنْ تُطِيْعُوهُ تَهْتَدُوا
“Dan jika kalian menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan
hidayah.” (QS. An-Nur: 54).
Jadi Pembaca yang budiman, bahwa sunnah adalah jalan hidup
seorang muslim yang harus diralisasikan dalam kehidupannya sehari-hari, bukan
amalan tertentu yang dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak
mengapa.
Pembaca yang budiman dimana saja anda
berada, demikinlah pembahasan kita mengenai makna sunnah Rasululloh , semoga bisa
menambah ilmu dan amal sholeh bagi kita.amin. Wallahu A’alam.
Wordcount: 1200.