Menggapai Ikhlas dalam Beribadah
Dalam agama islam diterima atau tidak peribadahan
seseorang selurunya bermuara pada dua perkara, yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas
artinya hanya mengharap balasan dari
Allah semata dan ittiba’ hanya meniru dan mencontoh
Rosul semata dalam peribadahannya. Dua perkara
diatas merupakan syarat di terimanya suatu ibadah. Oleh karena itu Fudhoil Bin
Iyadh tatkala memaknai firman Allah ,
“ Agar dia menguji siapakah diantara kalian yan
lebih baik amalnya.” (QS Hud [11]: 7)
Ia berkata, “yang paling iklas dan yang paling
benar amalnya,” di tanyakan kepadanya,”Wahai Abu Ali (Fudhoil Bin Iyadh)
maksudnya apa?” ia berkata,” Sesungguhnya ibadah seseorang jika hanya ikhlas
saja tanpa benar maka ibadanya tersebut tertolak, begitu juga hanya benar saja
tanpa ikhlas tertolak juga ingga ibadahnya tersebut memenuhi keduanya yaitu
ikhlas dan benar. Ikhlas maksudnya hanya mengharapkan balasan dari Allah dan benar maksunya ittiba’ yaitu sesuai dengan
sunnah Rosul .
Ikhlas secara istilah syar’i artinya menghilangkan dan membersihkan amal
dari hal-hal yang dapat mengotori kemurnian amalan tersebut kemudian ditujukan
hanya untuk Allah semata.
Kesuksesan dan keberhasilan seorang hamba baik di
dunia maupun di akhira salah satunya di ukur dengan ikhlas. Ia merupakan inti
dari seluruh amalan seorang hamba. Ibarat jasad ikhlas merupakan ruh, tanpa ruh
jasad hanyalah seonggok daging dan tulang yang tak punya peran. Tapi dengan ruh,
jasad yang awalnya tak punya arti kini dengan leluasa bisa bergerak. Begitu
pula ikhlas merupakan ruh suatu amalan seorang hamba tiada artinya dimata Allah
walaupun amalan itu sepenuh langit dan bumi.
Ketika islam menjadikan ikhlas sebagai salah satu
syarat diterimanya suatu amalan ibadah, maka dalam banyak ayat-Nya Allah memerintahkan dan memotivasi para pemeluknya
agar senantiasa menghadirkan ikhlas dalam semua peribadaan, diantaranya:
“Sesungguhnya kami menurunkan kepadamu kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan ikhlas memurnikan ketaatan kepada-Nya.”
Lalu pada ayat sesudahnya:
‘Katakanlah: Sesungguhnya aku di perintahkan di
perintakan supaya menyembah Allah dengan (ikhlas) memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam menjalankan agama (QS. Az Zumar [39]; 11)
Serta masih banyak lagi ayat yang senada yang
bisa kita lihat dalam Al Qur’an.
Berdasarkan keterangan diatas terhadap perintah
wajibnya ikhlas dalam beribadah. Seorang muslim yang taat dan patuh pada aturan
Allah harus merealisasikan perintah tersebut dalam
semua bentuk peribadahan dan menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkann nilai ikhlas dalam hati.
Selain syarat diterimanya suatu ibadah, ikhlas
pun merupakan salah satu tandaterlepasnya seorang hamba yang mukmin dari penyakit
munafik. Karena sungguhnya orang munafik itu dalam beribadah tidak murni ikhlas
karena Allah tetapi ingin dilihat dan di sanjung oleh
manusia.
0 komentar:
Posting Komentar